RED FLAGS

Tips untuk membedakan Open Call bermutu dari yang sebaiknya diskip saja

Sudah capek menghabiskan waktumu demi berlomba? Sadarilah waktumu berharga, dan tidak semua Open Call bermutu tinggi. Cek kiat-kiat genius ini dari ahli per-open-call-an!

Foto: Pexels

Foto: Pexels

Article Image Title
Editor: Marten S.
19.10.2023

‘Open Calls’ merupakan semacam lubang-lubang kecil pada membran yang memisahkan insan seni dari orang-orang biasa. Melalui Open Calls tersebut orang biasa juga bisa menjadi bagian dari ekosistem seni. 

Tapi perlu disadari sebagai praktisi seni, bahwa kesempatan Open Calls itu bukan jalan pintas untuk menyabet hibah seni dan pengakuan dari manusia-manusia skena. Kenyataan pahit: Banyak penyelenggara atau panitia di balik peluang-peluang seni tersebut memperlakukan para peminat dan pelamar sebagai massa anonim belaka.

Siapapun yang sudah pernah ikut dalam Open Call kemungkinan besar sudah pernah menerima email berisi kata-kata pembuka kalimat berawalan dengan ‘unfortunately’ atau bahkan pernah dikacangin tanpa dapat notifikasi apa-apa. 

Lalu, bagaimana menjadi favorit jurinya dan mengalahkan semua pelamar lain dalam kontes perbandingan bakat ‘Open Call’? Jawaban paling simpel: Memantau artikel-artikel Open Calls yang disalurkan ACI. Sebagai pemandu untuk semua orang kreatif yang tidak punya kenalan orang dalam, ACI secara rutin menyantap Open Calls dari skena domestik dan berbagai kesempatan emas dari mancanegara. 

Berikutnya, kami berjasa dengan beberapa tips mantap, yang juga kami pakai sendiri sebagai tolak ukur untuk membedakan apakah sebuah Open Call bermutu tinggi atau lebih layak diabaikan saja. Info berikutnya berdasarkan pengalaman redaksi ACI dan berlaku untuk Open Calls baik dari dalam maupun luar negeri. Dengan ‘toolkit’ di bawah kamu bisa menjajal sendiri apakah sebuah Open Call terkategori worth it atau tidak.

Red Fla

Jangka waktu pendaftaran singkat banget 

Lika-liku Open Calls: Salah satu tanda buruk adalah jika jangka waktu antara pengumuman Open Call hingga tenggat pendaftaran berdurasi terlalu pendek. Sebuah kampanye Open Call yang dilansir secara teratur dan matang, tentu memakan waktu untuk mensosialisasi para peminat dengan peluang yang ditawarkan. Terutama pada kancah seni lokal, ACI kerap menemukan Open Calls yang baru saja diumumkan, tapi esok harinya sudah menutup pendaftaran. Aneh, kan. 

Siapakah juri-nya

Let’s be real: Tidak ada perbedaan antara aplikasi yang benar-benar ciamik dan inovatif dengan yang ngasal saja. Semuanya tergantung siapakah yang menilai lamaran dan gagasanmu. Jadi, berinisiatif secara investigatif terlebih dahulu dan cari tahu siapakah beranggota dalam juri. Jika nama-nama anggota juri tidak tertera dalam keterangan Open Call, saatnya kamu bersifat kritis!

Dari pengalaman pribadi kami: Kalau misalkan kamu melamar untuk proyek yang diselenggara institusi lokal yang didanai dari luar negeri, pastikan terlebih dahulu apakah para penilai merupakan ahli eksternal atau pegawai dari institusi tersebut. Dari pengalaman kami, orang ‘internal’ kadangkala kurang responsif pada ide-ide di luar yang mereka biasa mengenal dalam lingkungan kerja mereka sendiri. 


Baca juga: Dalam residensi seni ini, kalian diminta bikin karya seni, lalu membakarnya di atas api unggun

Acara pembakaran itu merupakan adat masyarakat kota Hirono di Jepang, di mana program residensi seni akan berlangsung

Jika Open Call di-feature oleh ACI

Pedang ACI memilah Open Calls: Salah kriteria lain adalah dengan mengecek apakah Open Call yang kamu minati atau meragukan sudah disebarluaskan ACI. Jika tidak, kemungkinan besar redaksi kami sudah menilai Open Call tersebut dan memutuskan untuk tidak menyebarluaskan. Kadangkala, para penyelenggara di balik Open Calls tidak tampak terlalu berkenan untuk membuka dan meluaskan sirkel mereka sendiri. Nah, kalau mereka hanya bermain dalam kalangan sendiri, mereka mungkin tidak berekspektasi mendapatkan lamaran dari luar bubble sendiri. 

Dari observasi kami, adapun banyak penyelenggara yang tampaknya tidak terlalu berupaya memanggil dan mengumpulkan para talenta terbaik, namun sepertinya sudah puas menerima lamaran dari peminat sedapatnya saja. Nah, itu pun mungkin bukan tanda kualitas maksimal, dan menurut kami salah satu aspek lain yang menandakan sikap sang penyelenggara Open Call. 

Komunikasi penolakan 

Kalau misalkan kamu sudah melamar, lalu mendapatkan penolakan, cobalah menganalisis bagaimanakah si penyelenggara mengomunikasikan bahwa dia tidak berkenan dengan seni atau gagasan yang kamu tawarkan. Apakah email atau notifikasi penolakan bersifat individual disertai feedback pribadi (saaaaaaaangat jarang) ataukah kamu hanya di-CC bersama puluhan pelamar ngenes lainnya? 

Apakah penyelenggara setidaknya menghargai ikhtiarmu dengan mengalamatkan email penolakan pada kamu secara individual, ataukah sekadar membuka email tersebut dengan ‘Dear All’, ‘Dear Friends’ (ughh ‘friends’), dan frasa serupa.

Adapun tanda lain yang cukup mengentarakan apakah panitia Open Call menghargai upayamu atau tidak. Jika mereka menyertai alasan mengapa kamu ditolak – ingat – ada satu alasan bodoh yang benar-benar red flag: 

‘Oleh karena animo yang luar biasa….’,

‘Because we received so many applications…’. 

Ketika panitianya mengacu pada jumlah lamaran yang melebihi kapasitas mereka, sadarilah itu dijamin bohongan belaka. 

Penyelenggara mana yang tidak senang kalau acara yang dia punya ramai diminati? Cara simpel tapi jitu untuk menyelidiki secara independen apakah alasan tersebut bersifat bohongan atau tidak: Cek kembali pada media sosial penyelenggara berapa banyak Likes dikumpulkan kampanye Open Call tersebut? Jika Likes-nya hanya 15 saja, tapi kamu ditolak dengan alasan yang di atas, sudah jelas lah ada yang fishy di situ. 


Baca juga: Three opportunities from Malaysia, Thailand and Cambodia for filmmakers, photographers and art producers


Pengumuman peserta terpilih melalui media sosial

Jika penyelenggara mengumumkan para peserta terpilih melalui postingan Instagram, tanpa memberitahu pada pelamar yang ditolak secara pribadi, JANGAN MELAMAR LAGI. Sekian saja. 

Menganalisis selera sang juri 

Jika kamu tidak diberi feedback, saatnya kamu kudu mencari feedback secara mandiri lewat analisis tipe-tipe peserta yang terpilih oleh jurinya. Apakah mereka yang lebih hoki dari kamu lebih bersesuaian dengan seni atau konsep acara yang biasanya didukung pihak penyelenggara (konformitas)? Ataukah mereka secara teknis lebih unggul? Atau juga para anggota juri menyeleksi para peserta terpilih berdasarkan kriteria atau bias lain (jam terbang, koneksi, latar belakang, dll)? 

Bagaimanapun, jangan sampai menyerah, ACI senantiasa menemanimu dalam kiprahmu di ekosistem seni! 

(Marten Schmidt, 19.10.2023, Art Calls Indonesia)