Baca bareng, bertukar pendapat, dan memuaskan kehausan kamu akan interaksi berkualitas &ndash; kami mengundang kamu untuk menjadi bagian dari &lsquo;ACI Social Reading Club&rsquo;!
Bayangkan kamu bergabung dalam komunitas yang terdiri dari beragam tipe orang, dari sirkel dan kasta berbeda. Tipe-tipe orang, yang cenderung tak akan dipertemukan dalam kehidupan nyata. Kalian bersepakat untuk berjumpa sebulan sekali, dan mengabaikan jagat maya dan masalah sehari-hari untuk sejenak. Secara bersama, kalian membangun sebuah &lsquo;safe-space&rsquo;, di mana semua peserta bisa mengutarakan isi kepala mereka &ndash; meskipun pendapat mereka berbeda-beda.
Kurang lebih inilah suasana hangat yang terbawa dalam banyak klub buku, di mana interaksi antarmanusia menjadi sensasi nan jadul, yang sayangnya kita jarang sekali dapat merasakan dalam kehidupan masa kini.&nbsp;
Elemen paling utama dari semua klub buku adalah sawala tentang buku-buku. Kami dari ACI ingin membangun forum selaras, namun tanpa buku-buku sastra. Kenapa? Karena dalam klub buku yang ideal, semua peserta semestinya membaca satu buku yang sama dulu.
Fokus kami letak pada bahan bacaan &lsquo;sosial&rsquo; yang berhubungan dengan masyarakat, budaya, politik, filosofi dan lain lain. Berdasarkan bahan bacaan yang kami sediakan, semua peserta dari &lsquo;ACI Social Reading Club&rsquo; diajak untuk berdiskusi bareng dan bertukar pendapat.&nbsp;
<h3>Questions &amp; Answers</h3>
<img src="https://content.artcallsindonesia.com/assets/9e24a0fa-89be-49b8-8809-fed86bdebb2d?width=1080&amp;height=1080" alt="Greg Aci Square" />
<h6>Q: Ini acara apa ya?</h6>
Ini adalah undangan terbuka untuk ikut serta dalam proyek baru oleh Art Calls Indonesia. Namanya &lsquo;ACI Social Reading Club&rsquo;.&nbsp;
<h6>Q: Apaan itu &lsquo;ACI&rsquo;?</h6>
Barangkali kamu baru menemukan platform kami, ACI adalah titik temu untuk semua orang yang tertarik memandang dunia ini melalui lensa budaya dan seni. Melalui beragam publikasi, kami membayangkan berbagai <a href="https://artcallsindonesia.com/articles" target="_blank" rel="noopener">alternatif lebih baik pada status-quo</a>, kami menyantap <a href="https://artcallsindonesia.com/read/36-peluang-seni-khusus-newcomers" target="_blank" rel="noopener">peluang-peluang berkesenian</a> dari skena seni domestik dan mancanegara, dan kami mempertanyakan <a href="https://artcallsindonesia.com/read/apakah-hanya-anak-orkay-mampu-menjadi-changemaker" target="_blank" rel="noopener">fenomena ajaib dan menyesalkan</a> dalam masyarakat kita.&nbsp;
<h6>Q: Kenapa bikin klub baca bareng?</h6>
Karena kesempatan untuk berinteraksi secara berkualitas antara satu sama lain menjadi kian langka dalam kehidupan masa kini. Alhasil, anak-anak muda tidak terfasilitasi dengan cukup banyak kesempatan untuk mengkalibrasikan pendapat sendiri seputar banyak hal. Selain itu, kami ingin ACI bisa menjadi tempat untuk menambah kenalan baru, dan berteman dengan orang-orang di luar sirkel kamu sendiri. Dunia kita semakin terpolarisasi, dan meskipun kegiatan mini seperti ini tak akan merubah apa-apa, kami harap, klub ini bisa menjadi zona inspirasi, zona healing dan zona motivasi untuk siapa pun yang tertarik! &lsquo;Talking brings people together!&rsquo;
<h6>Q: Kegiatannya apa saja?</h6>
Kita akan memfasilitasi diskusi berdasarkan suatu materi yang akan kita baca bersama terlebih dahulu. Klub ini tidak dituju untuk membedah buku-buku sastra. Melainkan, kami akan mempersiapkan materi bacaan lebih pendek, yakni cerpen-cerpen pendek dan artikel-artikel jurnalistik yang bisa diakses di internet. Bahan bacaan itu akan kami ambil dari berbagai media, misal 'Harian Kompas', '<a href="https://bandungbergerak.id" target="_blank" rel="noopener">Bandung Bergerak'</a>, '<a href="https://sediksi.com" target="_blank" rel="noopener">Sediksi'</a>, Majalah 'Basis' dll. Teman-teman juga dipersilakan untuk menyarankan teks yang cocok untuk dijadikan impuls diskusi.&nbsp;
<h6>Q: Siapa saja yang bisa ikut?</h6>
Karena proyek ini benar-benar berangkat dari nol, kami akan mulai dengan episode &lsquo;pilot&rsquo; dulu. Teman-teman yang berada di Jabodetabek dan bersedia untuk kumpul bareng di daerah Jakpus dan Jaksel di sekitaran rute MRT, dipersilakan untuk ikut serta. Ada pun dua hal yang kami rasa cukup penting untuk memberdayakan klub ini:&nbsp;
Peserta sebaiknya terbuka untuk membaca tulisan-tulisan dari penulis atau media yang mungkin belum dikenal. Peserta sebaiknya juga tertarik untuk menambah kontak baru, dan merasa cukup nyaman untuk berada di antara orang-orang baru. Selebihnya, kami akan pastikan semua peserta akan terlibat dan merasa nyaman!
<h6>Q: Prosedurnya gimana?</h6>
Teman-teman yang tertarik untuk ikut serta, dipersilakan untuk mengirimkan surel pada kami. Email kalian sebaiknya menjelaskan dalam gaya kalian sendiri, apa yang membuat kalian tertarik untuk ikut serta, dan contoh artikel atau cerpen apa yang mungkin kalian ingin mendiskusikan bareng. Mohon sertakan biografi singkat tentang diri kalian. Alamat email ACI tercantum di bawah artikel.
Kemudian, kami akan membuat grup WhatsApp untuk semua peminat dan akan menentukan tanggal pertemuan pertama (rencananya pada bulan Juli 2024).&nbsp;
<h6>Q: Ada biaya ga?</h6>
Tidak. Bayar pakai senyum saja :) Your smile is our priority! (bukan iklan dokter gigi)
&nbsp;

Bergabung dengan 'ACI Social Reading Club'

<h6>Sekilas:</h6>
<ol>
<li>Siapakah sutradaranya?</li>
<li>Karya seperti apa yang boleh diajukan?</li>
<li>Siapa yang bisa ikutan?</li>
<li>Karya terpilih</li>
<li>Di balik seleksi karya&nbsp;</li>
<li>Dipungut biaya kah?</li>
<li>Honorarium bagi pemenang&nbsp;</li>
<li>Kriteria penyeleksian</li>
<li>Catatan lainnya</li>
<li>Inspirasi&nbsp;</li>
</ol>
Open Call &middot; Only on ACI - Tema anti-kolonialisme kian berkumandang di jagat maya. Netizen tanah air pun turut merespon berita-berita mengenai konflik di Timur Tengah dengan menekankan sejarah kolonial di kawasan tersebut. Tapi, bagaimana sebenarnya dengan refleksi pada sejarah kolonial di Indonesia sendiri?&nbsp;
Sutradara <a href="https://archiv.hkw.de/en/programm/projekte/2015/100_jahre_gegenwart/100_jahre_gegenwart_beitragende/christian_winkler.php" target="_blank" rel="noopener">Christian Winkler</a> (nama panggung: <a href="http://franzvonstrolchen.com" target="_blank" rel="noopener">Franz von Strolchen</a>) asal Austria menapak tilas sejarah kolonialisme di Indonesia berdasarkan sejumlah dokumen, album foto dan surat lawas yang ia diberikan dari sebuah klub sepak bola di Austria. Pada tahun 1934, klub sepak bola &lsquo;FC Strassenbahn&rsquo; dari Austria diundang ke Hindia-Belanda untuk berlaga sebanyak 19 tandingan dengan lawan-lawan lokal. Berbasis dokumen-dokumen nyata yang dikumpulkan Winkler, terdapat sebuah gambaran tentang perjalanan antar-benuanya tim sepak bola tersebut. Pada tur megah itu para pemain sepak bola bule itu rupanya beranjangsana ke sebuah negara tropis dan asing, menghabiskan waktunya di sela pertandingan dengan perempuan-perempuan lokal nan cantik dan mengabaikan kenyataan kolonial.&nbsp;
Melalui ragam seni pertunjukan, Winkler menciptakan sebuah mozaik seputar ketidaksadaran pendatang orang putih mengenai supremasi ras putih di dunia. Menggunakan elemen seni performens, musik dan instalasi, pentas teater ini menjadi peragaan &lsquo;keunggulan&rsquo; ras putih yang tak bisa dikalahkan dalam pertandingan sepak bola, yang di sini menjadi alat guna melanggengkan kekuasaan kolonial. Para pesepak bola pendatang baru itu (berdasarkan catatan nyatanya) rupanya sepanjang tur pun tak sadar bahwa mereka juga &lsquo;dipermainkan&rsquo;.&nbsp;
<img src="https://content.artcallsindonesia.com/assets/5480fa9b-c45f-4fe5-a805-b0973b8ac188?width=2000&amp;height=1414" alt="1" />
<h6>Foto: Christian Winkler</h6>
Winkler telah menuangkan fragmen-fragmen penuh penyimpangan rasial itu ke dalam sebuah naskah teater perspektif lokal, di mana naivitas dan arogansi para pendatang bule dikisahkan dari sudut pandang &lsquo;pribumi&rsquo;. Dalam naskah yang dikembangkan Winkler, sepak bola menjadi sarana antarbudaya yang menyalurkan kepentingan penjajah. <a href="http://franzvonstrolchen.com/?p=568" target="_blank" rel="noopener">Pertunjukan teater bertajuk &lsquo;Empire&rsquo; ini</a> menjadi sawala performatif yang berspektif Indonesia, dan berkontribusi pada pembahasan yang kian global tentang kolonialisme dan imperialisme.&nbsp;
<h3>1. Siapakah sutradaranya?</h3>
Christian Winkler, sutradara asal Austria, terkenal di skena teater seantero Eropa sebagai praktisi seni yang tak ragu memperkenalkan tema-tema interkultural dari orang-orang &lsquo;pinggiran&rsquo; pada medan teater. Karya-karya Christian dipentaskan secara lintas-bahasa dengan gaya khas kiwari yang menggunakan elemen seni performens, instalasi, musik dan teater klasikal.&nbsp;
<img src="https://content.artcallsindonesia.com/assets/46dac1a9-4ddf-4df8-8771-0628f2c6ca63?width=2000&amp;height=1414" alt="1" />
<h6>Karya teater 'Troll - The dark Triad' oleh Franz von Strolchen (Foto: C. Winkler, 2024)</h6>
<hr />
<img src="https://content.artcallsindonesia.com/assets/52f29d8a-c901-4d1b-ac5f-0b6a99b99d67?width=2000&amp;height=1414" alt="2" />
<h6>Karya teater berjudul 'Theseus' oleh Franz von Strolchen, dipentaskan dalam Bahasa Jerman, Inggris, Makedonia, Slovenia, Hungaria dan Romani (Foto: C. Winkler, 2023)</h6>
Pentas teater bertajuk &lsquo;Empire&rsquo; ini meliputi pendiri ART CALLS INDONESIA, Marten Schmidt, sebagai narator dan aktor utamanya, dan akan diiringi dengan komposisi musik oleh seorang penyanyi dan orkestra gamelan &ndash; terdiri dari 12 orang diaspora Indonesia (WNI yang bermukim di luar negeri).
&lsquo;Empire&rsquo; akan dipentaskan di Austria dalam rangka festival seni &lsquo;Steirischer Herbst&rsquo;, dengan harapan untuk kemudian diperhelatkan di Indonesia juga. Untuk itu, Open Call ini memanggil pegiat seni grafis, seni rupa dan fotografi untuk mengajukan olahan karya lama (orisinal, alias punya sendiri, tidak merupakan jiplakan), rancangan karya, sketsa atau karya baru yang merespon pada tema dan kriteria berikutnya:&nbsp;
<hr />
Baca juga: Dekolonial dan anti-kolonial&nbsp;
<h3 style="text-align: center;"><a href="https://artcallsindonesia.com/read/momen-ketika-putri-oranye-pewaris-kerajaan-belanda-dikonfrontasi-dengan-aktivis-anti-kolonialisme" target="_blank" rel="noopener">Momen ketika Putri Oranye, pewaris Kerajaan Belanda, dikonfrontasi dengan aktivis anti-kolonialisme</a></h3>
<hr />
<h3>2. Karya seperti apa yang boleh diajukan?</h3>
<ul>
<li style="font-weight: 400;" aria-level="1">Karya diharap merefleksi pada tema kolonialisme, benturan antara dua budaya berbeda, anti-kolonialisme, sepak bola, Hindia-Belanda, Imperialisme dan apapun yang menurutmu dapat terasosiasi dengan tema-tema tersebut. Karya tidak perlu merespon pada semua tagar atau tema tersebut secara ekivalen.&nbsp;</li>
<li style="font-weight: 400;" aria-level="1">Karya harus bersifat orisinal, tidak boleh merupakan jiplakan atau olahan dari karya orang lain.</li>
</ul>
<h3>3. Siapa yang bisa ikutan?</h3>
<ul>
<li style="font-weight: 400;" aria-level="1">Terbuka untuk peminat dari seantero Indonesia.</li>
<li style="font-weight: 400;" aria-level="1">Terutama bagi praktisi seni rupa, seni ilustrasi, desain grafis dan fotografi.</li>
<li style="font-weight: 400;" aria-level="1">Terlepas dari latar belakang, status, domisili dan usia.</li>
</ul>
<h3>4. Karya terpilih</h3>
Bagi seniman yang karyanya terpilih, karyanya akan digunakan sebagai poster resmi dalam semua publikasi untuk pentas teater &lsquo;Empire&rsquo;. Nama pembuat karya akan dicantumkan pada semua media publikasi. Artinya, posternya akan dipajang di area Teater am Lend, di mana pertunjukan teater ini akan dipentaskan, di ruang-ruang festival &lsquo;Steirischer Herbst&rsquo;, serta di ruang publik di kota Graz (Austria). Untuk promosi daring, posternya juga akan disebarluaskan pada media-media lokal di Austria.&nbsp;
Sang pembuat poster terpilih juga dipersilakan untuk berjejaring dengan tim produksi &lsquo;Empire&rsquo; demi mengeratkan kontak dan menjadi bagian dari proyek ini. Tidak hanya itu, seniman terpilih juga akan disoroti melalui ART CALLS Indonesia.
<h3>5. Di balik seleksi karya&nbsp;</h3>
Karya yang dikirimkan tidak perlu disertakan nama atau biografi pembuat. Melalui seleksi anonim, juri akan memilih karya yang paling cocok, tanpa dipengaruhi status seniman dibalik karyanya.
Jurinya terdiri dari Christian Winkler selaku sutradara dan Marten (Art Calls Indonesia) selaku tokoh utama pentas teater &lsquo;Empire&rsquo;. Karya yang terpilih akan dinilai berdasarkan keterikatan pada tema-tema yang diangkat, gaya visual, dan kreatifitas.&nbsp;
<h3>6. Dipungut biaya kah?</h3>
Tidak.&nbsp;
<h3>7. Honorarium</h3>
Pemenang mendapatkan honorarium sebesar Rp 500.000,- (Lima Ratus Ribu Rupiah).
<h3>8. Kriteria penyeleksian:</h3>
<ul>
<li style="font-weight: 400;" aria-level="1">Karya orisinal.</li>
<li style="font-weight: 400;" aria-level="1">Karya visual (misalnya kolase, sketsa, lukisan, ilustrasi, foto dll) yang sudah jadi (baik karya lama maupun baru) atau masih merupakan rancangan (yang harus diselesaikan jika terpilih).</li>
<li style="font-weight: 400;" aria-level="1">Pembuat sebaiknya menyembunyikan inisial atau nama pada karya demi menjaga proses yang adil dan anonim.</li>
<li style="font-weight: 400;" aria-level="1">Karyanya belum pernah digunakan untuk mempromosikan kegiatan lain.</li>
</ul>
<h3>9. Catatan lainnya:</h3>
<ul>
<li style="font-weight: 400;" aria-level="1">Karya yang tidak terpilih tidak akan kami salahgunakan ataupun merepublikasi tanpa izin pembuat; pembuat karya memegang semua hak cipta atas karyanya.</li>
<li style="font-weight: 400;" aria-level="1">Semua peserta, baik pemenang atau tidak, akan diinfokan melalui email setelah penyeleksian ditutup.</li>
<li style="font-weight: 400;" aria-level="1">Dengan melamar, pembuat karya mengizinkan pihak tim produksi &lsquo;Empire&rsquo; untuk memuatkan karyanya dalam poster (disertakan tulisan, logo sponsor, informasi lainnya) yang digunakan untuk mempromosi pentas teaternya.</li>
</ul>
<h3>10. Inspirasi&nbsp;</h3>
Karya teater Empire ini berangkat dari foto-foto lawas yang ditemukan Christian dalam risetnya tentang kolonialisme di Indonesia. Kami sertakan beberapa foto dari materi Christian untuk memberikan gambaran lebih jelas dan inspirasi seputar cluster topik ini.
<img src="https://content.artcallsindonesia.com/assets/b840e5bd-cd50-40b6-8da9-8fa9c29d462f?width=2000&amp;height=1414" alt="2" />
<h6>Pemain sepak bola klub 'Strassenbahn' (Austria) berpose di kapal pesiar 'Baloeran' (1934)</h6>
<hr />
<img src="https://content.artcallsindonesia.com/assets/eeb0483f-415c-47a3-b49a-0d7f3973d67b?width=2000&amp;height=1414" alt="4" />
<h6>Jamuan makan malam di 'Hotel Dibbets' di Buitenzorg (Bogor)&nbsp;</h6>
<hr />
<img src="https://content.artcallsindonesia.com/assets/0f38ab11-8f0c-456c-9336-feaa50f1065f?width=2000&amp;height=1414" alt="5" />
<img src="https://content.artcallsindonesia.com/assets/290522cf-0dc4-4ddd-a897-bc5364a328cc?width=2000&amp;height=1414" alt="6" />
<img src="https://content.artcallsindonesia.com/assets/2c49013a-f714-4a0c-8b82-95333a54687d?width=2000&amp;height=1414" alt="7" />
<img src="https://content.artcallsindonesia.com/assets/e3c1962d-8e4c-4697-9f0d-f97863990e3d?width=2000&amp;height=1414" alt="8" />
<img src="https://content.artcallsindonesia.com/assets/ef299d2d-dc78-454f-91cf-f3b08aebef0a?width=2000&amp;height=1414" alt="9" />
<h6>Para pemain klub sepak bola 'Strassenbahn' diundang ke Medan (Foto: C. Winkler)</h6>
&nbsp;

Ajukan lukisan, karya fotografi atau ilustrasi bertema kolonialisme di Indonesia

Peluang untuk merayakan sebuah kemenangan mungkin tidak sering kunjung datang dalam karier seorang aktivis HAM, advokat lingkungan hijau atau jurnalis yang tak takluk meliputi kerakusan pejabat. Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti, dua aktivis yang peduli politik digugat oleh Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Pandjaitan pada tahun lalu. Kasus mereka telah memicu debat semantik tentang arti istilah &lsquo;Lord&rsquo; yang lazim diletakkan pada Luhut Pandjaitan sebagai nama panggilan sarkas.&nbsp;
<a href="https://artcallsindonesia.com/read/nickname-lord-luhut-bukan-panggilan-peyoratif" target="_blank" rel="noopener">Kedua aktivis divonis bebas</a> pada Senin, 8 Januari 2024 oleh Pengadilan Negeri Jakarta Timur: Panggilan sarkas &lsquo;Lord Luhut&rsquo; tidak dinilai sebagai hinaan oleh majelis hakim. Dalam pertimbangannya, para anggota majelis hakim menegaskan bahwa seorang pejabat harus bersedia menghadapi kritik, baik secara perorangan maupun terhadap riwayat kerjanya. Pertimbangan itu juga disusul pepatah Bahasa Latin &lsquo;cogitationis poenam nemo patitur&rsquo;, yang berarti tidak ada seorang pun yang boleh dihukum karena pikirannya.&nbsp;
<img src="https://content.artcallsindonesia.com/assets/7b8b32f2-da67-4ecc-a4a6-86ae5f80b4c0?width=2048&amp;height=1156" alt="Gd S91 Vjag A A4 I Ss" />
<h6>Suasana di depan gedung Pengadilan Negeri Jakarta Timur pada Senin, 8 Januari 2024 | Foto: Kontras via X</h6>
Putusan itu menandakan momentum kemenangan kebebasan berekspresi. Meski begitu, kemenangan kedua aktivis dan seluruh pendukung mungkin hanya akan menjadi catatan positif tunggal dalam tata demokrasi Indonesia yang kian rongrong dalam era presiden Joko Widodo.&nbsp;
Cendekiawan, jurnalis, aktivis, seniman dan warga yang mengangkat suara soal isu-isu publik, termasuk represi militer di Papua dan bencana alam yang disebabkan manusia, rentan menghadapi ancaman hukum. Kepentingan elit dan penguasa rupanya lebih diakomodasi ketimbang hak masyarakat untuk mengutarakan pikirannya.
<hr />
<h3 style="text-align: center;">Baca juga:&nbsp;<a href="https://artcallsindonesia.com/read/revisi-uu-informasi-dan-transaksi-elektronik-yang-mengatur-ham-kalian-untuk-bebas-berpendapat-dibuat-makin-problematik-dan-lentur" target="_blank" rel="noopener">Revisi UU Informasi dan Transaksi Elektronik, yang mengatur HAM kalian untuk bebas berpendapat, dibuat makin problematik dan lentur</a></h3>
Dalam penambahan aturan baru, negara bisa memutus akses informasi dengan dalih keamanan, aturan pencemaran nama baik makin ganas, dan pasal-pasal kacau yang sebelumnya sudah sah, masih bercokol
<hr />
Aktivis kini mudah diberangus dengan alasan &lsquo;memprovokasi massa&rsquo; dan &lsquo;menyebar kebencian&rsquo;. Kitab undang-undang hukum pidana sebatas menjadi alat perangkap.<a href="https://artcallsindonesia.com/read/revisi-uu-informasi-dan-transaksi-elektronik-yang-mengatur-ham-kalian-untuk-bebas-berpendapat-dibuat-makin-problematik-dan-lentur" target="_blank" rel="noopener"> Banyak pasal karet</a> bisa ditafsirkan sebagai peluang menjegal kreator meme yang menyebarkan guyonan ironis tentang pejabat. Perang tafsir hukum soal kebebasan berekspresi tidak berhenti pada kemenangan Haris-Fatia, dan akan diteruskan jika gaya presiden Jokowi menjadi teladan untuk sang penerus.
Jokowi, sosok yang sebelumnya dianggap sebagai negarawan, ternyata hanya mengerjakan To-Do List pribadinya di akhir masa pengabdian sebagai politisi. Politisi yang rupanya ngotot mewujudkan To-Do List itu &ndash; biarpun nilai-nilai demokrasi harus ditengkar, dan aktor-aktor yang sungguh kurang siap diberi peranan untuk melanggengkan kekuasaan satu sirkel.
<iframe title="YouTube video player" src="https://www.youtube.com/embed/lHqFzCAComM?si=tpuUIV0sQNNOemm9" width="560" height="315" frameborder="0" allowfullscreen="allowfullscreen"></iframe>
Ada Kaesang Pangarep, yang tatkala ditanya oleh wartawan tentang masa Orde Baru dengan naif dan blak-blakan mengaku kepolosannya. &lsquo;Saya sendiri kan nggak mengalami, karena waktu itu saya masih umurnya kecil. Jadi gak pengalaman,&rsquo; ia katakan pada sejumlah wartawan sebagai ketum baru partai PSI. &ndash; Untung saja, ia cukup dilindungi hukum yang berlaku di negara ini dan tidak bisa diolok habis-habisan seperti politikus di mancanegara.&nbsp;
<hr />
<h3 style="text-align: center;">Baca juga:</h3>
<h6 style="text-align: center;">Lord Luhut vs Haris-Fatia: <a href="https://artcallsindonesia.com/read/nickname-lord-luhut-bukan-panggilan-peyoratif" target="_blank" rel="noopener">Nickname 'Lord' Luhut bukan panggilan peyoratif</a></h6>
<h6 style="text-align: center;">Diancam pihak polisi sebelum pentas teater: <a href="https://artcallsindonesia.com/read/diancam-pihak-polisi-sebelum-pentas-teater-butet-kartaredjasa-tak-boleh-bikin-satir-politik" target="_blank" rel="noopener">Butet Kartaredjasa tak boleh bikin satir politik</a></h6>
<h6 style="text-align: center;">Pentas seni di Sulawesi Selatan dituding tampilkan 'waria' dan unsur LGBT: <a href="https://artcallsindonesia.com/read/pentas-seni-di-sulawesi-selatan-dituding-tampilkan-waria-dan-unsur-lgbt-dibubarkan-polisi" target="_blank" rel="noopener">Dibubarkan polisi</a></h6>
<h6 style="text-align: center;">Kebebasan Pers: <a href="https://artcallsindonesia.com/read/seberapa-kondusif-lanskap-media-indonesia-dalam-perbandingan-mancanegara" target="_blank" rel="noopener">Seberapa kondusif lanskap media Indonesia dalam perbandingan mancanegara</a></h6>
<hr />
(Perlindungan) kehormatan berlebihan pada pejabat diwariskan dari penjajah Hindia Belanda yang menanamkan kultur &lsquo;gila hormat&rsquo; pada masyarakat pribumi. Dulu, penjajah Belanda mengandalkan haatzaai artikelen untuk memadamkan revolusi antikolonialisme. &rdquo;Barang siapa menyulut atau membangkitkan perasaan permusuhan, kebencian atau penghinaan terhadap Pemerintah Belanda, atau Pemerintah Hindia Belanda dengan kata-kata, tanda-tanda, atau tingkah laku atau cara-cara lain akan dihukum&rdquo; &ndash; begitu bunyi pasal yang diperkenalkan Gubernur Jenderal Idenburg pada 1914. Meski pasal pidana penghinaan pejabat negara sudah dihapus Mahkamah Konstitusi sejak 2006, akal sehat seorang warga negara Indonesia tentu bilang bahwa aturan lawas itu sebenarnya masih cukup kontekstual hingga sekarang.&nbsp;
<img src="https://content.artcallsindonesia.com/assets/28634fe1-c986-4bb9-8219-af826503756e?width=1200&amp;height=677" alt="Bone 169" />
<h6>Sebuah pentas seni dan budaya yang melibatkan tokoh spiritual Bugis Bissu di Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan (Sulsel) <a href="https://artcallsindonesia.com/read/pentas-seni-di-sulawesi-selatan-dituding-tampilkan-waria-dan-unsur-lgbt-dibubarkan-polisi" target="_blank" rel="noopener">dibubarkan pemerintah dan aparat polisi </a>(19/08/2023) | Foto: Detik SulSel</h6>
Berpuluh tahun RI mewarisi pasal-pasal kolonial Belanda sejenisnya. Pada Orde Baru pun pasal penghinaan dipakai secara obral untuk menindas masyarakat yang insaf akan demokrasi. Dalam era Jokowi, <a href="https://freedomhouse.org/country/indonesia/freedom-world/2021" target="_blank" rel="noopener">mutunya demokrasi Indonesia telah merosot</a>, begitu pun jaminan atas hak kebebasan berekspresi. Menurut data <a href="https://safenet.or.id" target="_blank" rel="noopener">SAFEnet</a>, 70 persen pengadu UU ITE (2008-2020) dilaporkan oleh kaum elit dan pejabat publik.
Ruangnya untuk mengasah pikiran secara diskursif dan terbuka tentang dunia di luar kamar kos tampaknya cukup sempit, jika dibaca dari status quo kebebasan berekspresi. Tambah lagi, budaya kita gampang ditipu dengan orang-orang berkelas dan mentereng, dan juga tak berjodoh dengan satir intelektual.
<hr />
<h3 style="text-align: center;">Baca juga: All Eyes On Kebebasan Berkesenian&nbsp;</h3>
<h6 style="text-align: center;">ACI-Guide: <a href="https://artcallsindonesia.com/read/tips-jitu-untuk-menyelamatkan-karya-seni-kalian-dari-sensor" target="_blank" rel="noopener">Tips jitu untuk menyelamatkan karya seni kalian dari sensor</a></h6>
<h6 style="text-align: center;">'Survival Kit' untuk praktisi seni: <a href="https://artcallsindonesia.com/read/survival-kit-untuk-praktisi-seni-berkesenian-sesuai-rkuhp" target="_blank" rel="noopener">Berkesenian sesuai RKUHP</a></h6>
<hr />
Status quo tersebut mungkin tidak darurat, mengingat bahwa negara-negara lain di <a href="https://artcallsindonesia.com/read/q-and-a-seputar-konferensi-tingkat-tinggi-asean-dan-kunjungan-kamala-harris" target="_blank" rel="noopener">kawasan ASEAN</a> seperti Thailand menjatuhkan hukuman betul-betul drakonis pada siapa pun yang berani mengejek para aktor negara. Dilindungi <a href="https://www.khaosodenglish.com/opinion/2021/10/23/its-time-to-talk-about-the-lese-majeste-law/" target="_blank" rel="noopener">hukum l&egrave;se-majest&eacute;</a> yang diberlakukan di Thailand, raja 'Rama X' <a href="https://www.nationthailand.com/in-focus/30399705" target="_blank" rel="noopener">tidak dapat dikritik sama sekali</a>. Ketimbang situasi kebebasan berekspresi di Thailand, hukum di Indonesia masih tampak bak naskah keramat:
Pasal 28 Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 memberikan kesempatan kepada siapa pun warga negara Indonesia untuk mengeluarkan pendapatnya. Termasuk penyampaian kritik terhadap pemerintah.&nbsp;
Pasal 28F UUD 1945 menambahkan, &rdquo;Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia&rdquo;.&nbsp;
Apalagi, Pasal 28E Ayat (3) menyatakan pula, setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.
Profesi jurnalis juga dilindungi oleh UU no 40 tahun 1999 tentang pers. Dalam UU tersebut, dijelaskan bahwa kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara.&nbsp;
<a href="https://artcallsindonesia.com/read/seberapa-kondusif-lanskap-media-indonesia-dalam-perbandingan-mancanegara" target="_blank" rel="noopener"><img src="https://content.artcallsindonesia.com/assets/24b73023-2705-4f9e-842e-e1c96750b29a?width=1080&amp;height=1350" alt="21" /></a>
<a href="https://artcallsindonesia.com/read/seberapa-kondusif-lanskap-media-indonesia-dalam-perbandingan-mancanegara" target="_blank" rel="noopener"><img src="https://content.artcallsindonesia.com/assets/995d0a08-9da3-4bf5-872b-46d5ce6ef735?width=1240&amp;height=1320" alt="1nncn Ranking of Press Freedom in South East Asia in 2022" /></a>
<h6>Baca juga:&nbsp;<a href="https://artcallsindonesia.com/read/situasi-pekerja-media-paling-buruk-di-lampung-maluku-utara-dan-papua" target="_blank" rel="noopener">Situasi pekerja media paling buruk di Lampung, Maluku Utara dan Papua</a></h6>
Meski begitu, beragam masalah politik-sosial ihwal kebebasan berpendapat muncul bertubi-tubi. Koalisi Seni, yang menganalisis kebebasan tersebut khususnya untuk pekerja seni, melaporkan sebanyak <a href="https://kebebasanberkesenian.uwazi.io/in/" target="_blank" rel="noopener">249 korban peristiwa pelanggaran kebebasan berkesenian pada situs kebebasanberkesenian.id</a>. Data tersebut dikumpulkan dalam rentan waktu 13 tahun terakhir.&nbsp;
Dalam konteks kebebasan berekspresi terdapat sejumlah kasus pencemaran nama baik yang dijerat dengan UU ITE. Data <a href="https://cdn-assetd.kompas.id/k_SAC6xpDqXJuZad6JBDn-pzeEs=/1280x1636/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2024%2F01%2F08%2F856d4b00-03ac-46ba-9de8-3dbdf9aa6be7_png.png" target="_blank" rel="noopener">Direktori Putusan Mahkamah Agung dan Litbang Kompas</a> mencatat sebanyak 77 putusan pengadilan terkait pelanggaran UU ITE Pencemaran Nama Baik pada tahun 2022, dan 41 putusan sepanjang 2023.&nbsp;
Dalam deretan berikutnya kami tampilkan beberapa kasus yang mencatat intimidasi oleh pihak yang berwenang pada warga yang mempraktik haknya untuk bebas berpendapat dan berekspresi:&nbsp;
<img src="https://content.artcallsindonesia.com/assets/28aa3989-e23c-46ef-9afd-a9260066d8fe?width=1080&amp;height=1350" alt="Freedom Speech Bagan" />
(2016) Buni Yani mengunggah video pidato Basuki Tjahaja Purnama saat ia menjabat sebagai gubernur DKI Jakarta. Putusan: Penjara 1,6 tahun
(2017) Sejumlah kreator meme diincar polisi karena membuat dan membagi meme guyonan yang memperlihatkan sang narapidana kasus korupsi E-KTP.&nbsp;
(2018) Sebuah pasangan gay <a href="https://regional.kompas.com/read/2018/10/19/15493861/buat-grup-gay-di-medsos-pasangan-sejenis-ditangkap" target="_blank" rel="noopener">ditangkap hanya karena mereka mengelola grup facebook diskusi LGBTQ&nbsp;</a>
(2019) Aktivis Dandhy Dwi Laksono tersangka karena cuitannya soal Papua
(2020) <a href="https://tirto.id/siapakah-ravio-patra-bagaimana-ia-mengkritisi-kebijakan-jokowi-eQqo#google_vignette" target="_blank" rel="noopener">Ravio Patra, seorang aktivis</a> yang kerap bersuara kritis di media sosial soal Stafsus Millennial, dijemput dan ditahan polisi&nbsp;
(2022) Seorang pembuat meme dilaporkan ke polisi dan diancam dipidanakan usai mengunggah sebuah meme sarkas berisi Ibu Negara Irana
<img src="https://content.artcallsindonesia.com/assets/45f9591d-ecc0-45f9-afa3-9212b3bbd435?width=745&amp;height=489" alt="745x489 Img 27434 Viral Netizen Membuat Lelucon Pakai Foto Iriana Jokowi Twitteratkoprofiljati" />
<h6>Foto Irana Jokowi bersama Ibu Negara Korsel sempat menjadi meme viral | Foto: Screenshot Twitter</h6>
(2023) Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti <a href="https://artcallsindonesia.com/read/nickname-lord-luhut-bukan-panggilan-peyoratif" target="_blank" rel="noopener">dituduh tindak pidana pencemaran nama baik</a> | Putusan: Bebas&nbsp;
(2023) Pentas teater Butet Kartaredjasa <a href="https://artcallsindonesia.com/read/diancam-pihak-polisi-sebelum-pentas-teater-butet-kartaredjasa-tak-boleh-bikin-satir-politik" target="_blank" rel="noopener">diancam polisi dengan hendak untuk melarang pentasnya&nbsp;</a>
Mungkin kurang memandu, tapi kalau pintu kosmu tiba-tiba pada jam tiga pagi digedor satuan polisi, mintalah surat perintah penangkapan dari mereka sebelum menggunakan jasa jemputnya. Tanya identitas petugas polisinya, dokumentasikan penjemputannya secara live di media sosial dan hubungi kontak orang yang dipercaya untuk mendampingimu.&nbsp;
(Marten S, 11.01.2024, ART CALLS Indonesia)

Penyebaran opinimu tetap masih bisa menjadi peluangmu masuk penjara

<table style="width: 100%; height: 96px;" border="1">
<tbody>
<tr style="height: 24px;">
<td style="width: 98.018599%; height: 24px;">Sekilas:</td>
</tr>
<tr style="height: 24px;">
<td style="width: 98.018599%; height: 24px;">Gratis dan terbuka untuk umum</td>
</tr>
<tr style="height: 24px;">
<td style="width: 98.018599%; height: 24px;">Tenggat pendaftaran: Diperpanjang hingga 25 Desember 2024</td>
</tr>
<tr style="height: 24px;">
<td style="width: 98.018599%; height: 24px;"><a href="https://forms.gle/VkLDvCaPQtz2wWMMA" target="_blank" rel="noopener">Formulir pendaftaran</a></td>
</tr>
</tbody>
</table>
Perdana di Indonesia, pekerja media grassroots, media social-impact, media 'homeless' dan media independen diajak untuk berkenalan satu sama lain secara bersama, dan dengan hangat. Terlepas dari posisi kerja dan lokasi tempat tinggal, semua peminat dapat ikut serta, dari jurnalis lepas hingga pendiri usaha media.
Dengan maraknya penyebarluasan informasi melalui media sosial, penalaran jurnalistik semakin dikalahkan oleh para kreator konten &lsquo;calendar quotes&rsquo;. Pentingnya peranan media sebagai pilar ke-empat dalam tata demokrasi semakin sulit disampaikan kepada resipien muda. Partisipasi mereka dalam tata demokrasi pun rupanya merosot. Baik media mapan dan arus utama, maupun media alternatif mengalami tantangan yang sama.&nbsp;
Tekanan untuk menayangkan konten sebelum tenggat, dan tantangan jurnalistik lainnya membuat pekerja media (holistik dan alternatif) terjebak dalam mantra &lsquo;work hard, not smart&rsquo;. &ndash; Alhasil, kontennya sangat apik, tapi tidak dibalut dalam settingan nan laku.&nbsp;
Inklusivitas itu tercapai ketika kita bersifat terbuka kepada siapa pun, terlepas dari kriteria apakah kita sudah mengenal dengannya secara pribadi atau belum. Inklusivitas adalah kepekaan dan kemampuan untuk &lsquo;nge-read the room&rsquo; dan kerja sama dengan orang baru. Keterampilan itulah yang dimiliki kaum jurnalis. Maka, siapa lagi kalau bukan pekerja media yang cocok menjadi katalisator inklusivitas dan penyedia akses pada informasi bermutu. (Marten, Pendiri ART CALLS Indonesia dan ART CALLS Southeast Asia)
<img src="https://content.artcallsindonesia.com/assets/93f532ff-2c01-4dee-a621-b982d05fd4df?width=1019&amp;height=1358" alt="Img 5004" />
<h3>Status Quo</h3>
Pendirian sebuah gerakan atau kolektif media pada mulanya kerap dimotori passion dan idealisme. Namun, banyak wadah media alternatif dikonsep dengan kurang sangkil untuk bertahan dan berlaba. Kita-kita sebagai pekerja media (alternatif) membuka perspektif baru, mengajak untuk membayangkan utopia, membandingkan dinamika-dinamika tertentu dalam masyarakat, tapi kita selalu kalah dengan para pembuat berita clickbait. Faedah media alternatif adalah sangat besar bagi audiens, namun sangat kecil bagi para pekerja media sendiri.
Baca juga:&nbsp;<a href="https://artcallsindonesia.com/read/the-real-reasons-why-most-indonesians-don-t-like-to-read" target="_blank" rel="noopener">The real reasons why most Indonesians don&rsquo;t like to read</a>
<h3>Exploit your audience or develop your audience?</h3>
Get &lsquo;em, sell &lsquo;em, keep &lsquo;em (entertained). Rupanya, mantra tersebut diterapkan oleh banyak wadah media yang mahir memanfaatkan satu-satunya keunggulan yang dimiliki masyarakat Indonesia, yakni SDM yang secara kuantitatif luar biasa besar.
Resipien berita di Indonesia berupa jutaan anak muda yang tidak punya budget pendidikan &ndash; baik secara formal maupun secara informal melalui membaca konten berkualitas. Para konsumen dari peanut gallery (kursi paling murah dan paling belakang dalam stadium), sudah biasa membaca berita sensasional dan viral belaka. Dari sudut pandang para pendiri wadah media nan &lsquo;laku&rsquo;, premis nya cukup simpel: Mengakumulasi clicks demi menggaet klien iklan.&nbsp;
Kita bersaingan dengan kreator clickbait demi perhatian publik, yang sudah biasa dengan berita repetitif belaka. Jurnalisme memang punya harga, dan tak bisa dikonsumsi secara cuma-cuma. Namun banyak wadah media alternatif (termasuk ART CALLS Indonesia juga) masih bersifat terlalu lowkey untuk menanam pesan ini dalam benak pembaca.&nbsp;
<img src="https://content.artcallsindonesia.com/assets/b8029253-ba1c-4510-aca7-90e432f876b8?width=2000&amp;height=1414" alt="3" />
<h3>We publish for peanuts. Capek ga sih?</h3>
Banyak klien iklan cenderung cukup ragu meminta jasa promosi oleh media alternatif, salah satu sumber pemasukan paling sakral bagi semua usaha media. Media independen dan kritis cenderung kalah dengan media skena dan media besar yang sangat minim opini.&nbsp;
Journalism is printing what someone else does not want printed. Everything else is public relations. (George Orwell)
Kita berkiprah dalam paradoks untuk menyajikan konten kepada audiens niche:&nbsp;Kendati rumit di-monetisasi, mereka tetap berekspektasi tinggi. Khalayak niche cenderung meminta konten variatif, sedangkan pengguna sosial media awam lebih memperhatikan konten simpel dan monoton. Begitu pun terdapat paradoks dalam struktur usaha media: Bagaimana caranya menyediakan konten berkualitas tanpa adanya armada jurnalis berkualitas? Bagaimana menjaga loyalitas pembaca tanpa bisa meminta apa-apa dari mereka? Bagaimana caranya bersuara kritis tanpa merugikan diri sendiri? Bagaimana caranya mepertahankan semangatnya tanpa akses dan suntikan dana?
Journalism needs character. No public characters such as influencers, but journalistic character. (Marten, inisiator ACI)
Negeri ini dihuni nyaris 300 juta orang dan merupakan satu-satunya negara tata demokratis di kawasan ASEAN. Populasi kita didominasi golongan anak muda yang melek teknologi. Negara ini sarat kaya akan budaya. Potensi kreatif dari Aceh sampai Merauke belum tersalurkan, gagasan-gagasan ciamak anak bangsa dari daerah belum mencuat ke permukaan. Semestinya kita sebagai pekerja media alternatif lebih sadar akan pentingnya kehadiran kita. &ndash; Sebagai fasilitator partisipasi sipil dalam demokrasi, dan sebagai pengantar budaya diskusi.&nbsp;
<h3>How to be innovative if the ecosystem isn&rsquo;t there yet?</h3>
Daripada kita capek mengingat para pembaca bahwa gratis tidak berarti percuma, dan mengingat institusi-institusi mapan bahwa jasa kita lebih unggul dari Instagram-Boost &ndash; kita mesti menyadari terlebih dahulu, bahwa kita dapat bicara lebih lantang jika kita menggunakan satu suara. How to be innovative if the ecosystem isn&rsquo;t there yet? We build it on our own!
<img src="https://content.artcallsindonesia.com/assets/acd56ca1-c02c-4800-96c7-993c04326e48?width=1080&amp;height=1080" alt="Aci Media Tstmony" />
<h3>Getting together tanpa gengsi</h3>
Proyek 'Publishing for Peanuts' ini akan dimulai secara informal. Para pemimpin (editor-in-chief, pendiri, inisiator, jurnalis berpengalaman dll) dari media alternatif diajak untuk berkenalan secara luring di Jakarta, dan secara daring bagi kawan-kawan di luar ibu kota.
Tujuan dari pertemuan tersebut adalah untuk menjalin koneksi, memberi feedback, membuka diskusi, dan merancang beberapa kegiatan secara bersama. Antara lain: perencanaan acara edukatif dan interaktif dalam tanggung jawab multi-stakeholder ship, dan penerbitan kolom atau blog &lsquo;transparansi&rsquo; secara bersama.
Teman-teman lain yang mendaftar diri akan diajak untuk rembuk bersama, mengeluh, curhat dan berdiskusi panas sesama peminat media secara daring. Dalam tahap selanjutnya, kami akan membuka proyek ini kepada kawan-kawan se-ASEAN.
<h3>When and Where</h3>
Tempat dan tanggal pertemuan offline di Jakarta akan ditentukan secara bersama. Tempat dan tanggal pertemuan online, baik khusus pemimpin media, maupun peminat saja, akan diinfokan setelah pendaftaran ditutup.
<h3>Bersinergi</h3>
Kita kudu memahami peran kita sebagai kontributor pada budaya diskusi. Saatnya kita juga berdiskusi sesama rekan seperjuangan.
<img src="https://content.artcallsindonesia.com/assets/183bd9fa-da98-4ffd-9e91-c5e80f679ee7?width=1125&amp;height=2000" alt="Reporter Greg 1" />
<h3>Kriteria keikutsertaan&nbsp;</h3>
Terbuka untuk siapa pun, terlepas dari domisili, usia, gender, agama, kelas, tingkat pengalaman, dll &ndash; ACI akan membagi semua lamaran yang diterima dalam tiga kategori; berdasarkan pangkat, pengalaman dan statement motivasi:
<ul>
<li style="font-weight: 400;" aria-level="1">Pemimpin kolektif media berbasis di Jabodetabek (offline)</li>
<li style="font-weight: 400;" aria-level="1">Pemimpin kolektif media berbasis di luar Jabodetabek (online)</li>
<li style="font-weight: 400;" aria-level="1">Peminat media dari mana pun (online)&nbsp;</li>
</ul>
<h3>Daftar <a href="https://forms.gle/sZEiMWiiAutrbd2x6" target="_blank" rel="noopener">di sini</a>.</h3>
<iframe src="https://docs.google.com/forms/d/e/1FAIpQLSdR4d1a4I_q-Awu2tRKZfshVosGQ9JtA5OP6ae5mf2vdDA8LQ/viewform?embedded=true" width="640" height="2652" frameborder="0" marginwidth="640" marginheight="2652">Loading…</iframe>
Kami menghimbau bahwa undangan ini tidak dituju kepada teman-teman &lsquo;promoter&rsquo; (misalkan, editor panduan busana baru, atau editor direktori cafe). Untuk proyek ini, kami memprioritaskan kawan-kawan dari wadah media yang secara rutin juga menerbitkan konten berunsur kritis terhadap tema apa pun.
<hr />
Bagi kalian, peminat dan pekerja media, yang tak takut kehilangan koneksi karena bersuara kritis, yang membuka perspektif baru pada topik-topik seperti krisis iklim, yang menulis tentang utopia tanpa polusi udara, yang membedah keajaiban dari skena mana pun, dan tidak selalu mengikuti arus viral: Pasti kalian semua pernah bertanya pada kalian sendiri: kenapa sih gue masih mau kerja di bidang ini?&nbsp;
Saatnya kita mengonsep jawaban pada pertanyaan itu: Karena kita bisa ber-kohesi, bisa kerja sama dan saling memberdayakan satu sama lain. Marilah kita manfaatkan kesempatan ini untuk menambah perspektif, menambah rekan diskusi dan menjalin hubungan dengan teman-teman baru.
Jika Anda merasa sedikit lebih semangat selepas membaca isi undangan terbuka ini, dengan genuine kami mengajak Anda untuk turut berpartisipasi. Begitu pun, jika Anda tidak setuju dengan pola pikir yang dinarasikan, dengan hormat kami tetap mengajak Anda untuk ikut serta. Ini adalah pemahaman kami atas inklusivitas. Dengan hangat &ndash; dan bersama Anda.&nbsp;
&nbsp;

Kepada kawan-kawan pekerja media (grassroots): Marilah kita berkohesi!

<a href="https://www.youtube.com/watch?v=Za9LY6Q3EuI" target="_blank" rel="noopener">Oouh, Baby, Baby, it&rsquo;s a wild world</a>. Engga juga &ndash; kebetulan, it&rsquo;s a nepotistic world. Parvenu, Prot&egrave;ge, Patron &ndash; semua istilah itu mendeskripsikan suatu budaya tertentu, yakni kultur nepotisme; penyakit yang menghantam (secara patetis) kemakmuran di tanah air.&nbsp;
Orang Indonesia cenderung menggemari manusia-manusia berkelas dan sosok-sosok populer. Hanya saja, hal yang kita-kita, orang biasa, kerap lupakan: Banyak dari orang-orang lebih beruntung itu bisa berada di posisi tersebut berkat nepotisme. Baik di ranah politik, kewiraswastaan, maupun hiburan dan budaya &ndash; nepotisme adalah hal lumrah. Saatnya kita mempertanyakan: Gara-gara ulah siapa sih kita menanggap nepotisme sebagai hal normal? Selamat datang di rubrik: Oouh, Baby, Baby, It&rsquo;s A Nepotistic World. &nbsp;
<img src="https://content.artcallsindonesia.com/assets/304bd3ba-d7da-4996-a110-2bc34a4a6c62?width=1920&amp;height=1080" alt="Nepo Logo" />
Kelahiran &lsquo;Asli Medan North Sumatra West Side Indonesia&rsquo;, ia memutuskan untuk merantau ke Jawa Barat &ndash; &lsquo;di Bandung aku berjaya&rsquo;. Selepas masa kuliah, ia pindah ke Jakarta &ndash; &lsquo;di Selatan ku berkarya&rsquo;. Sebagai perantau ia menafkahi diri sendiri, &lsquo;keluar rumah modal do&rsquo;a dari mama ayah&rsquo;. &lsquo;I ain&rsquo;t born with silver spoon, while you were raised in gourmet&rsquo;.
Basboi mengalamatkan kritik sosial yang ia balut dalam lagu <a href="https://www.youtube.com/watch?v=EkuUWgXynYY" target="_blank" rel="noopener">&lsquo;Make Me Proud&rsquo;</a> pada anak-anak berada dan sirkel abang-abangan tajir, yang bebas untuk mengejar mimpi kerja di industri kreatif &ndash; tanpa harus ambil pusing. &lsquo;Kamu yang paling gaul, yang paling punya akses. &ndash; Aku yang dari kampung yang pergi ke Los Angeles.&rsquo;&nbsp;
<iframe title="YouTube video player" src="https://www.youtube.com/embed/-m1jK9Oyl68?si=THyFWV0W1gQF1VL5" width="560" height="315" frameborder="0" allowfullscreen="allowfullscreen"></iframe>
Stanza-stanza pamungkas nepotisme itu oleh Basboi menamakan suatu pengalaman dikenal semua orang kreatif yang kurang &lsquo;gaul&rsquo; dan tidak &lsquo;punya akses&rsquo;. Kedua atribut jitu itu tampaknya wajib untuk meroket sebagai orang kreatif di Indonesia.
Apakah hanya anak orang kaya mampu menjadi bos, tokoh publik, penggagas inovasi dan changemaker?
<h3>Mau kerja sekeras apapun, tetap pasrah tanpa koneksi&nbsp;</h3>
Periksa kembali apakah starter-kit mu sudah lengkap untuk menjadi orang yang bisa mempertahankan diri sendiri di skena insan kreatif. Belajarlah dari para pengisi daftar anak bangsa terbaik, yang kerap diagung-agungkan bak Nabi dan suka muncul di ragam versi &lsquo;Talkshow&rsquo; atau diskusi panel. Disitulah mereka berbagi tips mantap bersama para pemirsa, agar semua bisa berkarier seperti mereka. Menurut <a href="https://www.liputan6.com/citizen6/read/5127162/mengintip-rahasia-sukses-dari-buku-bacaan-maudy-ayunda-bangun-jam-5-pagi" target="_blank" rel="noopener">anutan Maudy Ayunda</a> misalkan, kamu mesti bangun jam lima pagi, karena inilah caranya yang menjamin kamu jadi sukses.&nbsp;
<img src="https://content.artcallsindonesia.com/assets/c4576441-7fe4-4e46-aae2-b890c9f0ffbe?width=1280&amp;height=720" alt="Maxresdefault 3" />
<h6>Aha, jadi itu ya kunci kesuksesan Maudy Ayunda?&nbsp;</h6>
<blockquote>
<h3 style="text-align: left;">Oalah, ternyata dia anak seorang pesohor. Orang tuanya juga ada di Wikipedia, lho.</h3>
</blockquote>
Apakah modal tidur-jam-8-malam cukup untuk mewujudkan mimpi kariermu? Narasi ngablu itu sebenarnya gampang dipecah dengan satu pertanyaan knock-out, yang meluruskan fakta: Siapa daddy mu?
Masih dalam metafora diskusi panel, pertanyaan seputar latar belakang seseorang cukup memilah public image nya dari konteks kehidupan nyata dari orang tersebut. Saya sendiri pun sudah sering memergoki diri saya terlalu gampang terkesima dengan karya orang. Membuka Google, hasil pencarian nama seseorang langsung menganjurkan tambahan &lsquo;anak siapa&rsquo;. &ndash; Oalah, ternyata dia anak seorang pesohor. Orang tuanya juga ada di Wikipedia, lho.
Sebaliknya, saya agak was-was saat menyimak diskusi panel yang meliputi narasumber yang jelas tidak berbakat &lsquo;menjual&rsquo; karyanya secara elegan dan berkarisma, dan tidak mahir bercakap cerdas. Ketika Vitamin N digabungkan dengan kekayaan finansial (warisan), terciptalah sebuah perpaduan unfair bagi semua peserta industri kreatif, yang tidak bisa beli obat vitamin, sebab tidak punya duit.&nbsp;
<h3>Kurang kenal&nbsp;</h3>
&bull; Kenal si direktur festival seni itu? Jabatan dia diturunkan sama bapaknya sendiri yang dahulu kala mendirikan festivalnya.&nbsp;
&bull; Kenal si jurnalis muda itu yang jadi reporter di media edgy itu dan kemarin mewawancara adiknya sendiri yang notabene kerja sebagai artis? Bapaknya mereka berpangkat wakil direktur utama di perusahaan media.&nbsp;
&bull; Kenal si anggota komite kesenian itu? Om nya juga jaman dulu masuk komite itu.&nbsp;
&bull; Kenal si kolektor seni itu yang punya galeri sendiri dan berhasil jual barang seni sampai ke Miami dan Hong Kong? Dia dimodalkan sama bapaknya sendiri.&nbsp;
&bull; Kenal si pendiri yayasan anak muda itu yang bisa pakai artis-artis papan atas sebagai Brand Ambassador? Dia juga lahir dalam keluarga artis. Abang dia punya franchise coffee shop.&nbsp;
<img src="https://content.artcallsindonesia.com/assets/dfd0ca54-ba68-4fff-a1f4-2ee007caeb42?width=2000&amp;height=1414" alt="Zidaic" />
<h6>Carnival of haughty attitudes: Suasana di depan 'Zodiac Baresto', Jakarta Selatan, saat pembukaan pameran 'Everywhere I Go', Juni 2023 | Foto: Art Calls Indonesia&nbsp;</h6>
&bull; Kenal si pendiri startup yang kemarin meraup investasi USD 15 juta pada kompetisi pertstartupan, padahal presentasi lisan dia sekualitas anak SMP?&nbsp;
&bull; Kenal si perupa muda itu yang punya lukisan papan polos tanpa isi? Orangnya lagi ada pameran di Los Angeles.&nbsp;
&bull; Kenal si aktivis muda itu yang suka membahas masalah iklim? Kemarin dia diundang berpidato di Dubai, dibayar sama syekh di sana.&nbsp;
<h3>Kapital sosial dan finansial&nbsp;</h3>
Nepotisme an sich sebenarnya tidak berkaitan secara langsung dengan posisi orang secara ekonomis. Harta sendiri belum menjadi jalan perintis &ndash; tapi pelancar. Nepotisme lebih merujuk pada kapital sosial yang dimiliki, atau dengan kata lain: Jejaring sosial dan kenalan yang kita punya.&nbsp;
Jadi, bisakah seorang aktivis, pekerja kreatif atau &lsquo;penggagas perubahan&rsquo; yang tidak memiliki network sendiri, menjadi se-sukses orang-orang yang terbantu lingkungan kerabatnya?&nbsp;
Keresahan seorang aktivis atau pekerja kreatif perlu dikemas dalam bentuk &lsquo;expert power&rsquo; dan 'referent power&rsquo;, yaitu keahlian dalam suatu bidang tertentu, dan kepribadian yang berintegritas atau karismatik. Namun, mereka yang dimotori oleh &lsquo;connection power&rsquo; akan selalu mengungguli kompetitor yang hanya memiliki &lsquo;expert power&rsquo; dan &lsquo;referent power&rsquo; saja.&nbsp;
<hr />
<h3>Baca juga | <a href="https://artcallsindonesia.com/read/miskin-akses-dan-kurang-memeka-kolaborasi-catatan-warga-pinggiran-terpelajar" target="_blank" rel="noopener">Miskin akses dan kurang memeka kolaborasi: Catatan 'warga pinggiran' terpelajar</a></h3>
<h6>'Pesta Pinggiran' mengajak untuk melepaskan diri dari kokon keisolasian demi merajut sesama manusia alternatif</h6>
<hr />
<h3>Miskin akses</h3>
Sebagai contoh, kami di ART CALLS INDONESIA cukup kaya dalam hal keahlian berbasis pengalaman, serta kaya karisma. Namun, kami sendiri super kere dalam hal koneksi. (Tanpa kesadaran kami akan hal itu, juga nggak akan ada tulisan seperti ini).&nbsp;
Sebagai bukti anekdotal, konten yang diterbitkan ACI dan pola pikir yang kami sebarluaskan, hanya bergema dalam lingkungan anak muda. Tim kami pun terdiri dari anak-anak muda saja yang miskin akses &ndash; alamak, media kami kurang diakui oleh orang-orang networker.&nbsp;
Ikhtiarmu bisa seteladen apapun, tanpa &lsquo;connection power&rsquo; kamu akan senantiasa tertinggal sadrah.&nbsp;
<h3>Privilege Alert&nbsp;</h3>
Mempunyai talenta dan lantas keahlian dalam suatu bidang merupakan privilese juga. Namun, ketika privilese itu memotori perluasan pengetahuan bersama orang-orang yang berminat, privilese tersebut menjadi alat untuk menumbuhkan rasa keterikatan secara bersama pada suatu bidang. Apalagi pada skena seni: Kesenian sebenarnya hanya terbuat dari pengetahuan dan pengalaman saja, selebihnya hanya estetika. Tembok antara orang-orang dengan &amp; tanpa &lsquo;connection power&rsquo; rupanya cukup tebal, sehingga semuanya cenderung berujung pada &lsquo;estetika&rsquo; saja, dan cerita-cerita ngablu (bangun jam lima pagi biar jadi orang sukses).&nbsp;
<blockquote>
<h3 style="text-align: left;">Setidaknya di Jakarta, semboyan &lsquo;it doesn&rsquo;t matter what you know, it only matters who you know&rsquo; berlaku&nbsp;</h3>
</blockquote>
Apalagi dalam budaya Indonesia, di mana mantra &lsquo;Fake it til&rsquo; you make it&rsquo; sudah di-manifestasi dan dianuti. Setidaknya di Jakarta, semboyan &lsquo;it doesn&rsquo;t matter what you know, it only matters who you know&rsquo; berlaku dalam akuisisi talenta. <a href="https://artcallsindonesia.com/read/mengintip-ramah-tamahnya-skena-seni-rupa-yang-setara-dan-seru-di-bangkok" target="_blank" rel="noopener">Berbeda dengan kancah orang kreatif di Bangkok</a>, manusia skena di Jakarta cukup sering <a href="https://artcallsindonesia.com/read/pada-pembukaan-pameran-seni-rupa-khusus-mereka-mereka-saja-mereka-berterus-terang-bahwa-kami-bukan-bagian-dari-mereka" target="_blank" rel="noopener">berlagak seperti anak SMA</a>. &lsquo;Some people never get beyond their stupid pride,&rsquo; kata Paris Hilton dalam lagu &lsquo;Stars are blind&rsquo;.&nbsp;
<hr />
<h3>Baca juga:&nbsp;<a href="https://artcallsindonesia.com/read/pada-pembukaan-pameran-seni-rupa-khusus-mereka-mereka-saja-mereka-berterus-terang-bahwa-kami-bukan-bagian-dari-mereka" target="_blank" rel="noopener">Pada pembukaan pameran seni rupa khusus mereka-mereka saja, mereka berterus terang bahwa kami bukan bagian dari mereka</a></h3>
<h6>Menyapa hanya yang kenal-kenal saja: Sikap paling nirfaedah dan nirguna dalam permainan kesenian. Habis dikacangin secara frontal selama hampir sejam, kami akhirnya cabut: Kritik seni dari pembukaan pameran seni rupa 'Everywhere I Go (Pit Stop)' di Zodiac Baresto</h6>
<hr />
<img src="https://content.artcallsindonesia.com/assets/5e7b0038-01e5-4975-9b32-560bd14c82c1?width=1080&amp;height=1080" alt="Julid Graph" />
<h6>Dalam rubrik (Diagram) Lingkaran Julid kami mengajak untuk 'nge-julid' dalam sirkel nan non-jemawa, kami memakai bagan-bagan matematik untuk memvisualisasikan satu dan lain asumsi julid tentang dunia seni lokal </h6>
<h3>Shout-out kepada kalian semua yang tidak punya akses</h3>
ART CALLS INDONESIA ada di sini untuk membantu mendalangi ikhtiar-ikhtiar kalian. Kami adalah rumah buat ide-ide kalian yang kurang laku untuk dibahas di media lain. Kami tidak mementingkan dari mana asal kalian. Kami ingin mempermudah akses bagi kalian ke berbagai peluang seni. Walaupun kerjaan itu cukup sengsara bagi kami...&nbsp;
(1.12.2023, Marten Schmidt, Art Calls Indonesia)&nbsp;

BERSAMA ACI

Bergabung dengan 'ACI Social Reading Club'

Ajukan lukisan, karya fotografi atau ilustrasi bertema kolonialisme di Indonesia

Penyebaran opinimu tetap masih bisa menjadi peluangmu masuk penjara

Kepada kawan-kawan pekerja media (grassroots): Marilah kita berkohesi!

Apakah hanya anak orkay mampu menjadi 'changemaker'?