DUA DEKADE TSUNAMI

Tsunami mahadahsyat: Renungan seniman muda Aceh

20 tahun pasca tsunami, ketabahan masyarakat Aceh tercermin dalam kehidupan seni dan budaya setempat. Dalam rangka memperingati 20 tahun bencana tsunami, kami memperkenalkan dua perhelatan seni yang melibatkan pegiat budaya muda di Serambi Mekkah.

Article Image Title
Editor: Redaksi ACI
26.12.2024

Dua dasawarsa lalu Aceh diporak-porandakan oleh bencana gempa dan tsunami Samudra Hindia tahun 2004. Minggu pagi, 26 Desember 2004, Aceh diguncang oleh bencana alam paling dahsyat setelah letusan Gunung Krakatau di abad ke-19. Gempa berkekuatan 9,3 skala Richter memicu serangkaian gelombang tsunami mematikan yang menyapu daratan Aceh, wilayah yang berbatasan langsung dengan Samudra Hindia. Akibatnya, sekitar 130.000 orang dinyatakan tewas atau hilang.

Sejak 2009, Museum Tsunami Aceh di Banda Aceh memberikan ruang untuk menapaki jejak bencana.Museum ini mengabadikan kenangan dan ketangguhan warga Aceh, sekaligus melestarikan pelbagai kearifan lokal seperti budaya Smong yang mengajarkan mitigasi bencana melalui pengetahuan tradisional. Selain menyimpan berbagai jenis koleksi, termasuk objek etnografika, arkeologika atau seni rupa, Museum Tsunami Aceh juga menjadi pusat fasilitasi bagi para pegiat seni dan budaya di Serambi Mekkah, 20 tahun pasca-tsunami.

Desember 2024: Smong Fest – Pengetahuan lawas yang mulai pudar 

Smong berarti tsunami dalam bahasa masyarakat Simeulue. Terdiri dari sejumlah pulau yang dihuni kurang lebih 100.000 jiwa, Kabupaten Simeulue berada sekitar 150 km dari lepas pantai barat Aceh. Berdiri tegar di Samudra Hindia, masyarakat Simeulue mewarisi memori kolektif dan kebijaksanaan leluhur tentang potensi malapetaka yang datang dari laut. Pemahaman adat tentang mitigasi bencana tsunami dikedepankan secara turun menurun melalui pelbagai ragam seni tradisional. 

Smong Fest, yang diadakan di Museum Tsunami Aceh pada Desember 2024, memperkenalkan nilai-nilai kearifan lokal dari budaya Simeulue pada orang-orang muda di Aceh. Dengan keterlibatan Institut Seni Budaya Indonesia Aceh, Smong Fest mengadakan serangkaian lomba melukis, puisi dan kegiatan performatif. 

Desember 2024 – Januari 2025: Pameran seni di Banda Aceh seputar memori kolektif yang semakin berkarat 

Img 20241219 W A0002 Scaled

Dua puluh tahun setelah tsunami melanda Aceh pada 26 Desember 2004, ingatan kolektif tentang bencana itu tetap hidup melalui pameran seni KARAT, diselenggarakan di kantor ICAIOS di Banda Aceh. | Foto: Waspada Aceh

Diselenggarakan oleh institusi International Center of Aceh and Indian Ocean Studies, jumlah seniman lokal disediakan fasilitas pameran di Banda Aceh untuk merefleksi pada bencana 2004 secara artistik. Pameran ‘Karat’ masih berlangsung hingga 20 Januari 2025 di Sekretariat institusi ICAIOS, Universitas Syiah Kuala Banda Aceh.

“Memori kita tentang kebencanaan semakin lama semakin berkarat. Jika dibiarkan, bukan tidak mungkin akan hilang,” ujar Reza Idria, Direktur ICAIOS. Narasi ‘karat’ ini mencerminkan urgensi untuk terus menjaga ingatan tentang bencana agar tidak pudar seiring waktu. Pameran ini menampilkan tujuh instalasi seni hasil penelitian ICAIOS yang diterjemahkan ke dalam karya seni oleh seniman muda Aceh. “Anak muda ini cerdas, tetapi sering tidak punya ruang untuk bersuara. Lewat seni, mereka merespons penelitian menjadi karya yang mudah dicerna dan menyentuh hati,” tutup Reza.

Back in time: Pameran mengenang 1 tahun tsunami di Museum Nasional (Desember 2005)

2005 Desember 26 27 Pameran Mengenang Satu Tahun Tsunami Flyer

Poster pameran 'Mengenang Satu Tahun Tsunami' di Museum Nasional kala 2005. | Foto: andangkelana.com 

Setahun setelah Aceh ditimpa bencana, Museum Nasional di Jakarta pernah menjadi fasilitas untuk memproses trauma kolektif masyarakat Aceh secara artistik. Dengan tajuk ‘Indonesia Rawan Bencana. Mari Kita Siaga!’, pameran ini pernah diadakan pada Desember 2005 oleh Forum Lenteng untuk menyediakan ‘media akuntabilitas publik dan sosialisasi bagi berbagai organisasi yang memberikan kontribusi bagi penanggulangan bencana di Aceh’. (MS, Art Calls Indonesia, 26.12.2024)