DOCUMENTA

ruangrupa buka suara (untuk sesaat)

Pakar dan ilmuwan di kota Kassel membahas permasalahan documenta dan ruangrupa melalui sesi dialog: Tanpa menghadirkan solusi

Screenshot YouTube Anne Frank Bildungsstätte

Screenshot YouTube Anne Frank Bildungsstätte

Article Image Title
Editor: Marten S.
01.07.2022

Jakarta / Kassel – Semulanya dimaksudkan untuk memajas keadaan politik di Indonesia pada zaman Orde Baru, Taring Padi mentransplantasikan karya baliho berjudul 'Keadilan Rakyat' sebagai pernyataan pasca kolonial ke kota Kassel di Jerman. Namun, beberapa tokoh gambaran pada spanduk tersebut bermuatan antisemit, karyanya kemudian ditutupi dengan kain besar.

Taring Padi kemudian menyatakan bahwa keadaan karya yang tersarung merupakan 'monumen untuk meratapi ketidakmungkinan berdialog'.

Namun, dengan menyematkan pesan untuk berdialog setelah karyanya sudah dianggap berkonotasi peyoratif terhadap kaum Yahudi, Taring Padi telah turut memanaskan situasi.

Kendati sudah terencana sebelumnya, seri diskusi berjudul 'Peran kebebasan berkesenian terhadap antisemitisme, rasisme dan peningkatan islamofobia' tidak diadakan pihak documenta hingga sekarang. Kini, akibat permasalahan documenta makin mendesak, digantikannya dengan sesi wacana lebih terarah bertema 'antisemitisme di seni'.

Sesuai kehendak Documenta dan Museum Fridericianum bersama pusat pendidikan Anne Frank untuk memperhalus situasi kini, narasumber dari berbagai latar ilmu diundang untuk turut berdiskusi. Namun, diskusi antar-pakar ini tidak menghadirkan suasana lebih tenang dalam permasalahan documenta. 

Sesi dialog, serta daftar nama narasumber dapat disimak pada tautan ini. Sesi tersebut disiarkan dalam bahasa Jerman.

Perwakilan ruangrupa, kolektif kuratorial yang berkepala sepuluh orang dan tidak mempunyai salah satu sosok yang berkomunikasi dengan publik, tidak ikut serta dalam diskusi, tetapi memberikan statement pembukaan sebelum diskusi dimulai. Mengikuti acara ini sebagai pemirsa, Ade Darmawan dari ruangrupa buka suara: 'Kami hari ini hadir untuk belajar dan untuk menyimak (diskusi). Di dalam konsep lumbung cukup penting kita (...) belajar bareng secara penuh hormat.'

Berjelang, diskusi selama 100 menit diiringi rujukan-rujukan berbobot oleh Franz Kafka, Theodor W. Adorno, Franz Fanon dan Immanuel Kant. 

Di dalam kalangan lumbung

Menurut Doron Kiesel, direktur departemen pendidikan Dewan Pusat Yahudi di Jerman, diskusi ini tidak ihwal kepekaan kaum Yahudi, namun tentang nilai-nilai yang masyarakat Jerman memiliki.

Lantas, ia mempertanyakan, mengapa ruangrupa tidak mengajak satu pun seniman asal Israel. Mengupas alasannya, kenyataan bisa jadi cukup lugas: Lantaran mereka mengajak kawan-kawan mereka, dan kawan itu pun mengajak rekan mereka sendiri untuk turut memamerkan karya pada documenta. Antara jaringan kawan-kawan tersebut sepertinya tidak ada yang berasal dari kaum Yahudi. 

Menurut Kiesel, perlu disadari bahwa karikatur-karikatur pada karya Taring Padi tersebut layaknya 'menyenangkan bagi seorang Goebbels ataupun Eichmann'. 'Tanpa ada tindakan apa-apa,' pungkas nya.

Adam Szymczyk, kurator Documenta 14, mengujar: 'Siapapun yang menampilkan karya di Jerman harus menggali sejarah setempat terlebih dahulu.'

Mengapa ruangrupa tidak ikut berdiskusi?

Kami bermuara dengan menitip satu pertanyaan: Kenapa ruangrupa tidak ikut serta sendiri dalam diskusi — sebagai ikhtiar untuk mengapresiasi dan ikut serta dalam 'kultur berdebat dan bernegosiasi' di Jerman? 

Konteks

Dari pihak ruangrupa sendiri saat ini belum ada pernyataan lebih lanjut selain statement tertulis yang diterbit pada website documenta. Begitu pun dengan Taring Padi.

Ringkasan diskusi di atas menunjukkan dengan betapa serius ‘budaya berdebat’ dipraktekkan di Jerman. 

Baca juga

Karya seniman Indonesia dikatai 'mengerikan' oleh Kanselir Jerman

Begini Media Barat Mengomentari Permasalahan Documenta 

Documenta di Art Calls Indonesia

Meliputi pagelaran documenta dan keterlibatan pelaku seni Indonesia, dalam beberapa hari kedepan Art Calls Indonesia hendak mempublikasikan seuntai artikel selanjutnya. Untuk ulasan dari festival sendiri, Art Calls Indonesia sebagai sarana media asal Indonesia berencana berkunjung langsung ke Jerman dalam waktu dekat.