Begini media Barat mengomentari permasalahan documenta
Media internasional mengkritik kolektif seni ruangrupa dan Taring Padi. Kami merangkum berbagai pendapat dari kritikus seni mancanegara.
derstandard.at
Jakarta / Kassel - ruangrupa cetak sejarah. Namun, secara negatif. Wira-wiri di media sosial, dikritik habis-habisan oleh feuilleton Jerman dan ditegur bengis oleh para pejabat tertinggi Jerman: Pendapat publik tentang festival documenta menimpa aspirasi ruangrupa selaku tim kuratorial festival tersebut. Tuan tamu negara Jerman, diwakili oleh Presiden, Kanselir dan juga Menteri Budaya Jerman menegur dengan keras tim pengelola festival.
Sekilas, pencapaian tim kuratorial ruangrupa terjegal dengan tuduhan antisemitisme sebab karya-karya oleh Taring Padi diasosiasikan dengan makna peyoratif terhadap orang Yahudi. Dalam konteks historis Jerman, pola rasis terhadap orang Yahudi merupakan hal sangat sensitif.
Untuk dapat memahami konteks kasus permasalahan documenta ini, simak artikel kami yang merangkum fakta-fakta beserta reaksi negatif oleh pejabat tertinggi pemerintah Jerman terhadap festival documenta.
Ringkasan berikut disertai pendapat dari media asal Jerman, Swiss, Austria dan Amerika Serikat. Sayangnya, kami belum menemukan artikel dari sarana media lokal yang menelaah ataupun mengomentarinya dari perspektif 'Indonesia'. Tidak berarti bahwa penyalur informasi lokal tak memantau kiprah ruangrupa. Namun, artikel-artikel bersangkutan yang telah kami temui cukup terbatas pada informasi newswire.
Izinkan awak ACI mengantisipasi terlebih dahulu: Ya, banyak media khususnya Jerman menilai performance ruangrupa dan documenta sebagai (halusnya) kurang memuaskan. Tetapi ada juga lho, media Kulon yang mengkritiknya dengan lebih santai – Pro-ruangrupa.
Spiegel pada 24.06.2022 (Jerman)
'Bencana budaya dan politik terbesar dalam sejarah documenta'
Skandal tentang antisemitisme di documenta mengguncang Jerman. Para seniman mengatakan mereka tidak diajak bicara. Panitia festival tidak bertanggung jawab. Apakah itu kehilangan kendali dengan sadar?
Neue Zürcher Zeitung pada 28.06.2022 (Swiss)
'Documenta: Pameran seni kontemporer paling ternama terjebak dalam skandal antisemitisme'
Reputasi documenta sudah runtuh. Padahal tim pengelola telah diperingati terlebih dahulu. Documenta berpotensi telah mengalami keruntuhan berkepanjangan.
Der Standard pada 16.06.2022 (Austria)
'Kompetisi digantikan oleh kebersamaan yang meriah'
Kolektif kuratorial ruangrupa menolak untuk bersaingan dengan Dunia Barat. Suasananya nyaman, tapi karya-karyanya tidak terlalu menakjubkan dan mengesankan. Pengunjung dapat ikut serta dalam lokakarya dan berbagai aktivasi performens. Di sini, ada yang bermain drum di sabana, di sana ada yang memeriksa tanaman di kebun yang dibangun secara kolektif. Tidak ada pemahaman atas seni sebagai komoditas di sini. Melainkan, di sini seni merupakan alat untuk aktivisme. Namun, dapat dipertanyakan apakah karya-karya yang dipamerkan terdapat teladan baik untuk kehendak aktivis tersebut.
ZEIT pada 27.06.2022 (Jerman)
'Sebuah panggung bagi orang Eropa saja?'
Aktivasi-aktivasi publik pada documenta dibatalkan untuk sementara sebab Corona. Padahal acara-acara itulah menjadi inti dari documenta yang berfokus pada pertukaran interaktif dengan pelaku seni dari Global South. Karya-karya yang dipamerkan terbelah antara keluguan pastoral dan kenaifitas politis secara radikal di satu sisi dan seni kemegahan di sisi lain. Keduanya bisa menjengkelkan, begitupun juga kontradiksi yang muncul. Toleransi terhadapnya merupakan bagian dari program festival. Wacana, yang mungkin bisa menengahi ilmu baru, malah dibatalkan. Tidak dapat mengobrol dengan tim kuratorial – Itu cukup mengganggu.
New York Times pada 24.06.2022 (AS)
'Documenta Was a Whole Vibe. Then a Scandal Killed the Buzz.'
Accusations that an image was antisemitic broke the mood at a daring festival of experiments. This year’s Documenta deserves a closer look.
No one knows just how big Documenta 15 is. The latest edition of the prestigious international art exhibition (...) resists all the usual metrics. How many artists? Hard to say. Ruangrupa (...) invited 67 core participants — mostly grouped in collectives themselves — from outside the commercial art world, mainly from the Global South.
With its decentralised approach, Ruangrupa has placed its faith in the collective genius of the participants, in each group’s instincts, choices and knowledge. To appoint the Indonesian collective was a bold move for the organisers of Documenta (...).
(...) Documenta delivers (...) more than a ‘dialogue between cultures’. Everywhere in this show are possibilities thrown open: ways of examining the past, or exchanging in the present, that offer grounds for hope; strategies outside the strictures of state and capitalist systems; and fodder for civic imagination. Archival projects in the exhibition, for instance, stand out for their clarity of purpose — conveying how losing artistic or political history causes harm — and methods of presentation.
This Documenta is didactic in the friendliest way. It invites you to burrow into texts and films, then talk about everything and nothing. Everywhere are sofas, beanbags, chill spaces. There’s a whole conceptual apparatus for this, courtesy of Ruangrupa.
Süddeutsche Zeitung pada 21.06.2022 (Jerman)
'Kisah memalukan pada documenta'
Saatnya mengingatkan kembali ikhtiar Margot Friedländer. Ia adalah seorang penyintas Holocaust. (...) Sering diundang ke acara diskusi publik, ia membagikan pengalaman suram dan penuh kebencian (pada masa Holocaust). Kisah-kisah seperti itu penting setelah dipasang baliho (oleh Taring Padi) di tengah-tengah Jerman yang bermuatan konotasi bahwa kebencian terhadap orang Yahudi tidak hanya diterima secara sosial di Jerman, tetapi juga bahwa panggung yang (Taring Padi) diberikan layak dibiayai oleh uang rakyat.
Ruangrupa merupakan kolektif di mana tidak ada satu individu bertanggung jawab secara sendiri. Sebuah pameran seni itu hanya bisa berhasil jika ada kurator yang mengenal dengan semua karyanya.
Documenta di Art Calls Indonesia
Kutipan-kutipan di atas dari media internasional yang diterjemahkan oleh kami ke Bahasa Indonesia tidak diterjemahkan secara harfiah, namun disunting secara kontekstual agar lebih mudah untuk dipahami dari segi sintaksis.
Meliputi pagelaran documenta dan keterlibatan pelaku seni Indonesia, dalam beberapa hari kedepan Art Calls Indonesia hendak mempublikasikan seuntai artikel selanjutnya. Untuk ulasan dari festival sendiri, Art Calls Indonesia sebagai sarana media asal Indonesia berencana berkunjung langsung ke Jerman dalam waktu dekat.
Baca juga
Karya seniman Indonesia dikatai 'mengerikan' oleh Kanselir Jerman
Informasi lebih lanjut mengenai documenta fifteen