REPATRIASI

Lebih rugi kalau terampas atau hancur total?

Dengan buruknya tata kelola Museum Nasional semestinya dipertanyakan: Lebih penting benda budaya Nusantara tetap diawetkan, walau bukan di dalam negeri – atau lebih penting bangsa kita memungkasi aluran kolonial? Kebakaran di Museum Nasional membuktikan, kita belum mampu mengurus keduanya secara bersamaan.

Ansambel bangunan Museum Nasional | Foto: ACI

Ansambel bangunan Museum Nasional | Foto: ACI

Article Image Title
Editor: Marten S.
20.09.2023

Opini – Repatriasi benda-benda kuno dari Belanda ke Indonesia sebenarnya layak menjadi pemulihan kerugian budaya Nusantara, yang pada masa silam dieksploitasi dan dirampas penjajah. Beberapa pekan lalu Museum Volkenkunde di Leiden, Belanda, sudah memulai pengembalian ratusan objek kepada Indonesia. ACI sudah memberitakan di sini dan di sini

Dengan insiden kebakaran hebat di bagian tertuanya Museum Nasional pada akhir pekan lalu, rencana pengembalian benda-benda historis itu sudah tergores budaya lalai kita. Kalau minimumnya tata standar keamanan belaka tidak bisa terpenuhi, bagaimana benda-benda yang tak ternilai harganya bisa diawetkan untuk ratusan tahun ke depan? 

Apakah terjadi perubahan atau penambahan dalam pengetahuan kita, jika sejarah tidak dinarasi oleh penjajah? 

Baca juga: Hentikan repatriasi artefak, kita belum serius menjaga warisan peradaban

Upaya repatriasi properti kultural bekas rampasan tersebut berselaras dengan mazhab dekolonialisasi, dan kesadaran bangsa-bangsa penjajah akan tindakan buruk leluhur mereka. Sebenarnya sangat penting agar artefak Nusantara yang sebelumnya diawetkan dan dikaji di Belanda dikembalikan ke Indonesia. Tapi bukan demi berbangga-bangga dengan kehebatan artisan purbakala saja. – Peragaan objek-objek hasil repatriasi itu selayaknya membuka kesempatan untuk pembacaan baru. Apakah terjadi perubahan atau penambahan dalam pengetahuan kita, jika sejarah tidak dinarasi oleh penjajah? Apakah ceritanya menjadi berbeda ketika benda-benda repatriasi disusun (secara kuratorial) oleh bangsa yang dijajah? Apakah kemudian pengunjung dapat diilhami aspek-aspek yang belum terpikirkan sebelumnya? Ini lah pertanyaan-pertanyaan yang terpintas dalam benak saya. 

Baca juga: Taman Bumi di Danau Toba mungkin akan dicoret dari daftar UNESCO

Artefak kawe, kasus gelap, kebakaran hebat 

Masalahnya, kita cenderung masih jauh dari posisi untuk menjawab pertanyaan tadi. Urusan dasar alias keamanan fisikal saja belum bisa terjamin. Kebakaran dan pencurian adalah hal yang cukup jamak di lanskap permuseuman di Indonesia. Museum Bahari di Jakarta (dibangun 1718) pernah dilanda kebakaran pada 2018. Museum Sonobudoyo di Yogyakarta mencatat kasus pencurian koleksi emas pada 2010. Hingga sekarang kasusnya gelap. Adapun insiden serupa terjadi di Museum Blitar, Museum Radya Pustaka di Surakarta, dan Museum Trowulan (Mojokerto). Koleksinya raib tanpa jejak, bahkan diganti artefak kawe. 

Apa yang lebih baik untuk benda-benda kultural itu? A) Jaminan bahwa harta karunnya Nusantara cenderung diurus dengan lebih aman di luar negeri – atau B) sifat kenasionalan dan kemerdekaan atas warisan sendiri? 

Apakah kita lebih rugi kalau generasi muda Indonesia tidak tahu apa-apa tentang kemajemukan sejarah Tanah Air dan tidak sadar akan ketidakadilan zaman kolonial – atau kita lebih rugi kalau aset kultural itu disimpan di dalam negeri, dan rentan terancam insiden seperti kemarin – sehingga hancur untuk selamanya, setelah sudah bertahan hingga ratusan, bahkan ribuan tahun?

Mungkin lebih baik memulihkan sistem kita terlebih dahulu, sebelum bangsa ini juga bisa dipulihkan sedikit demi sedikit dengan kepemilikan atas benda-benda lama itu. Kata Ahmad Mahendra, Pelaksana Tugas Kepala Museum dan Cagar Budaya, Kemendikbudristek: "Kejadian ini menjadi momentum bagi kami untuk melakukan perubahan di Museum Nasional Indonesia agar menjadi jauh lebih baik dan menuju standar permuseuman dunia.’’

Nah, sudah terjawab sendiri apa yang lebih baik terhadap pertanyaan di awal.

(Marten Schmidt, 20.09.2023, Art Calls Indonesia)

Baca juga: 

Merancang pameran untuk artefak warisan Indonesia

Empat benda bersejarah dari purbakala dikembalikan ke Indonesia. Sebelumnya bagian dari koleksi museum di negara 'Kincir Angin', menteri Kemdikbud Nadiem Makarim ungkap bagaimana arca-arca tersebut akan dilestarikan di Tanah Air

Hentikan repatriasi artefak, kita belum serius menjaga warisan peradaban

Bukan bermaksud polemis, repatriasi warisan Nusantara yang baru dimulai mungkin berkaliber terlalu besar

Taman Bumi di Danau Toba mungkin akan dicoret dari daftar UNESCO

Terpuruk berkat korupsi, banyak peluang besar disia-siakan di Taman Bumi Kaldera Toba