Ciuman sama Jefri Nichol: Pseudo-selebrasi relasi queer
Greg, penulis Art Calls Indonesia, mengulas fenomena Queerbaiting. Aktor Jefri Nichol beberapa waktu lalu menuai kecaman berkat berpura-pura bersifat queer. Kritiknya tidak muncul dari pembela heteroseksualitas, namun dari individu-individu queer sendiri.
Tepat lima menit menuju pukul jam satu siang, ku menikmati menit-menit terakhir istirahat makan siang ku. Aku membuka akun Instagram pribadiku, sembari ku menggulir semua story yang dibagikan beberapa akun yang kuikuti, ku berhenti pada satu akun seseorang yang telah lama kuikuti karena konten-konten estetis nan berisi yang sering dibagikannya, Brmasto namanya.
Kode-kodean secara queer
Kala ini dia memberikan pandangannya mengenai unggahan satu Jefri Nichol terlihat berpura-pura sedang berciuman dengan teman prianya. Sejauh publik mengetahui, Jefri Nichol mengidentifikasi dirinya sebagai seorang heteroseksual, dan dari situlah Brmasto menjelaskan perilaku seperti ini menjadi sebuah hal yang bermasalah sembari memperkenalkanku dengan istilah queerbaiting.
Pseudo-selebrasi relasi queer
Foto: Twitter / Screenshot dari User @90SREMIX
Sebuah istilah yang menggambarkan perilaku penuh kepura-puraan yang dilakukan untuk publisitas atau menarik perhatian khalayak publik. Namun dalam arti lebih jauh dan dampak yang ditimbulkan perilaku tersebut, apa yang dimaksud dengan Queerbaiting?
Pseudo-selebrasi relasi queer yang tidak menyentuh ranah aktualisasi
Judith Fathallah mendefinisikan Queerbaiting sebagai sebuah strategi yang digunakan penulis naskah atau jaringan TV dalam rangka mendapatkan perhatian penonton queer melalui isyarat, komedi, gerak tubuh, simbolisme yang menandakan hubungan queer antara dua tokoh yang selanjutnya secara tegas menyangkal dan menertawakan kemungkinan tersebut. Segala penyangkalan dan cemoohan mengembalikan segala norma hetero yang tidak menimbulkan bahaya pada penonton umum namun pada akhirnya mengorbankan khalayak queer.
Apa yang awalnya dimulai sebagai sebuah definisi perilaku yang terjadi hanya pada layar televisi kala ini berkembang dalam berbagai dimensi lain, seperti Nicole Woods & Doug Hardman jabarkan akan bentuk-bentuk baru queerbaiting diantaranya consumer queerbaiting (bisa saja menyematkan bendera pelangi pada kemasan suatu produk), social queerbaiting (tindakan queerbait melalui interaksi sosial seperti yang dilakukan oleh artis dan influencers) dan cultural queerbaiting yang definisinya paling mendekati definisi awal queerbaiting (melalui media daring maupun luring).
'Having a chosen family gives you freedom to become who you are' - Kampanye 2022 bertema Pride Month oleh retailer H&M
Foto: Screenshot YouTube H&M
Sederhananya queerbaiting dapat didefinisikan sebagai segala tindakan penuh kepura-puraan dalam berbagai bentuk mengenai pseudo-narasi queer dalam tujuannya menghibur dan menarik khalayak queer yang jarang sekali direpresentasikan pada berbagai media. Beberapa wujud nyata dari tokoh publik yang pernah dituduh melakukan queerbaiting meliputi Madonna, Ariana Grande, dan Harry Styles.
Privilese yang dimanfaatkan untuk berlaba
Salahkan saja pandanganku yang terlalu sinis dan sensitif, tetapi jika kita bisa menengok dan meneliti lebih jauh, pembahasan mengenai kekejaman terhadap komunitas queer merupakan sebuah daftar panjang yang terus bertambah dalam laju yang cepat. Kebanyakan individu yang terbuka mengenai orientasi seksualnya mendapatkan penolakan, kejahatan kebencian bahkan kematian. Status quo saat ini dimana individu berpengaruh seperti Harry Styles yang dapat bermesraan dengan banyak laki-laki ataupun Jefri Nichol yang dapat melakukan tindakan ciuman sesama jenis kapanpun mereka mau dimuka umum, membuat orang-orang mengidolakan tindakan tersebut, terjadi pada satu periode waktu yang sama dimana orang-orang menolak komunitas queer, pun melakukan tindakan tersebut sama sekali merupakan keadaan yang tidak benar menurutku.
Baca juga: Menari lincah dengan playlist lagu Pride kami
Menggoda belaka versus mengumbar orientasi seksual
Sejauh yang kucari dan kutemui, terdapat anggapan bahwa tindakan queerbaiting dan fanservice terlihat seperti sebuah selebrasi relasi queer dan keadaan masyarakat yang perlahan-lahan dapat menerima komunitas queer, namun sepertinya tidak sama sekali. Ya, mungkin saja apa yang dilakukan Madonna pada VMA 2003 dengan mencium Britney Spears dan Christina Aguilera diatas panggung membuka jalan bagi Lil Nas X untuk melakukan hal yang sama dengan penari latarnya saat tampil di BET 2021, pun dengan apa yang dilakukan oleh Harry Styles dengan segala direksi gayanya yang tidak sesuai dengan norma gender dan dukungannya terhadap komunitas queer banyak membantu orang-orang queer menjadi dianggap dan didengar.
Namun, sejauh publik mengetahui Madonna merupakan seorang wanita heterosexual, pun dengan Harry Styles yang menolak untuk memberikan label mengenai orientasi seksualnya, menyatakan bahwa hal tersebut masuk kedalam ranah pribadi. Hal ini seperti menelaah sebuah gagasan yang menuju dua direksi. Pada satu direksi, mantan anggota One Direction dan The Queen of Pop terlihat seperti kaum heteroseksual yang menyatakan dirinya sebagai sekutu queer yang mendukung komunitas queer. Pada direksi lainnya gagasan ini terasa seperti dua individu yang memiliki hak istimewa untuk melakukan tindakan-tindakan yang mengarah pada perilaku queer tanpa merasakan konsekuensi nyata dari apa yang terjadi jika melakukan tindakan tersebut karena secara normatif dalam pemikiran yang lebih dalam, masyarakat masih menganggap dua tokoh ini sebagai individu heteroseksual.
Gayish apa gay? Nick Jonas (2015) yang sudah jauh sebelum Harry Sytles atau Jefri Nichol telah nge-queerbait
Foto: Redferns / JoHale
Apa yang perlu disadari adalah status quo ini melucuti hubungan nyata dua manusia tanpa pandang gender, mereduksi hubungan tersebut hanya kedalam bentuk sandiwara, dan hal ini terasa seperti sebuah kemunduran bagi masyarakat untuk dapat menerima individu-individu queer sebagai seorang manusia yang utuh. Tidak ada yang menolak masyarakat untuk menikmati konten queerbaiting dan fanservice tanpa perlu terganggu dengan kemungkinan berubahnya status quo, pun dengan artis dan influencer menyediakan konten-konten tersebut demi kontroversi dan menaikan publikasi. Tidak peduli queerbaiting terjadi karena alasan selebrasi, ataupun memuaskan masyarakat mengenai sebuah fantasi. Aku lupa, dunia ini adalah jagat bebas bagi semua orang, atau jagat bebas hanya bagi orang-orang yang tidak berusaha menentang nilai-nilai heteronormatif sembari melucuti nilai utuh individu menjadi sebuah konten yang mereka nikmati dan memuaskan fantasi?
Happy Pride Month.