Cagar budaya Muarajambi ingin menjadi 'Angkor Wat'-nya Indonesia
Revitalisasi sedang otw, tidak ada rencana pembangunan hotel di kawasan kultural itu
Amfiteater Museum Kawasan Cagar Budaya Nasional Muarajambi (Yori Antar)
Muaro Jambi – Rumah Belanda di Menteng tersisa 15 persen saja, kebanyakan sudah dihancurkan dan diubah oleh penghuni sendiri. Pulau Komodo nyaris pernah menjadi lahan investasi untuk pembangunan infrastruktur pariwisata megah. Dan lanskap Lombok Tengah sudah hancur akibat pembangunan infrastruktur sirkuit Mandalika. Warisan budaya dan alam kita memang diperlakukan dengan sembarangan saja di negeri ini. Berbeda dengan pola itu, Kawasan Cagar Budaya Nasional Muarajambi ingin menjaga marwah kebudayaan Jambi.
Baca juga: 13 hal di Indonesia yang terancam punah dan rusak untuk selamanya
Revitalisasi tanpa pembangunan hotel dalam kawasan cagar budaya
Untuk menandai revitalisasi kawasan kultural ini, masyarakat adat telah menggelar Prosesi Adat Tegak Tiang Tuo (5/6/2024). Cagar budaya ini merupakan kawasan percandian terluas di Asia Tenggara. Revitalisasinya dilakukan oleh Kemendikbud-Ristek serta pemerintah provinsi Jambi. Area cagar budaya ini akan dilengkapi museum, laboratorium, galeri dan tempat pameran. Pembangunan museum berlangsung sekitar dua tahun.
Untuk mempertahankan keasliannya, tidak akan dibangun hotel-hotel modern di kawasan ini ataupun di delapan desa penyangga cagar budaya. ”Pembangunan hotel di kota saja. Jangan sampai investor membangun hotel-hotel dengan membeli lahan-lahan di desa (...),” ucap Agus Widiatmoko (Balai Pelestarian Kebudayaan).
Rancangan gerbang Museum Kawasan Cagar Budaya Nasional Muarajambi (Yori Antar)
Meniru Angkor Wat
Direktur Jenderal Kebudayaan Hilmar Farid meyakini bahwa dalam lima tahun ke depan, jika proyek revitalisasi ini telah selesai, kawasan Muarajambi bisa menyaingi komplek percandian Angkor Wat di Kamboja. Kota Jambi diharapkan menjadi seperti kota Siem Reap, yang terletak dekat candi Angkor Wat. Siem Reap memiliki infrastruktur perhotelan dan mengakomodir semua pendatang.
Agar menarik di mata turis, Muarajambi mesti memperkenalkan identitasnya terlebih dahulu. “Seperti Solo punya slogan Spirit of Java. Bali disebut sebagai Pulau Dewata. Padang punya Taste of Padang. Kalau Jambi, saya belum ketemu (slogannya). Dengan segala kekayaan kebudayaan, slogan ini harus diputuskan,” kata Irsyad Leihitu, Koordinator Program Studi Arkeologi dari Universitas Jambi saat dihubungi Kompas.
Baca juga: Pemerintah Belanda sudah waswas usai petaka di Museum Nasional
Hanya satu pemandu wisata bisa Bahasa Inggris
Saat ini, hanya ada tujuh pemandu wisata bersertifikasi di Muarajambi, dan hanya satu yang bisa berbahasa Inggris. Benda-benda ‘mati’ di Muarajambi belum bisa ‘dihidupkan’ secara maksimal. (Marten S, Art Calls Indonesia, 07.06.2024)
Tentang Cagar Budaya Nasional Muarajambi
Bangunan-bangunan di Muaro Jambi diperkirakan didirikan sekitar pada abad ke-6, dan bertahan hingga abad ke-13. KCBN Muarajambi terdiri dari 115 candi, yang dahulu kala digunakan sebagai tempat untuk menimba ilmu. Kawasan ini telah ditetapkan sebagai Cagar Budaya Nasional oleh pemerintah Indonesia, namun belum terdaftar dalam daftar warisan dunia oleh UNESCO.