Almarhumah Jina Mahsa Amini, pejuang keadilan dan feminisme dari Iran, diakui dengan piala penghargaan Sacharow
Piala penghargaan Sacharow, penghargaan tertinggi di Eropa khusus perjuangan Hak Asasi Manusia, didedikasi untuk Jina Mahsa Amini
Photo: European Union
Untuk memahami konflik Hamas-Israel pada tingkat makro, perlu kita pahami politik di masing-masing negara kawasan Timur Tengah. Iran, salah satu negara paling konservatif di kawasan, dipimpin dengan tangan besi oleh aparat rezim berdoktrin Islam. Politik rezim Iran menindaskan para perempuan dalam negeri.
Bayangkan di Indonesia kamu ditangkap dan ditahan ‘polisi moral’ karena tidak memakai kerudung atau bersikap dengan gaya yang dianggap melawan norma menurut polisi moral. Usai Jina Mahsa Amini ditangkap aparat tersebut, ia meninggal dalam penjara di Iran pada 16 September 2022; diduga sebab kekerasaan aparat. Kematian beliau kala itu memicu gelombang protes kaum perempuan Iran dan Mahsa Amini menjadi simbol keberanian dan perjuangan feminisme. Di Indonesia, solidaritas pada perempuan Iran dan kejenuhan mereka selama ini kurang diamplifikasi.
Kini, perjuangan Alm. Jina Mahsa Amini (22) diakui secara anumerta dengan penghargaan ‘Sacharow-Prize’ melalui Parlemen Uni Eropa (19/10/2023).
Suara perempuan Iran masih dibungkam aparat rezim Iran, polisi moral masih menguasai masyarakat yang diatur dengan dalih agama. Wajib kerudung di Iran secara resmi dimulai pada 1983. Perempuan yang melanggar aturan tersebut diancam hukum cambuk. Ratusan warga Iran yang mengikuti protes anti-pemerintah pada 2022 telah meninggal; tahanan yang dihukum mati di Iran secara ‘resmi’ pada umumnya dieksekusi mati dengan cara digantung.
(MS, 20.10.2023, Art Calls Indonesia)