Ngobrol bersama kurator dari salah satu galeri seni paling bergengsi se-Ibu Kota: Bilangan fu-ndamental
Mendorong sebuah pintu besi berukuran pintu garasi truk damkar, Art Calls Indonesia memasuki kubu ROH - sebuah galeri seni yang kini membuka ruang pamer baru di Jakarta
Art Calls Indonesia
Setelah berkunjung ke sebuah plantase pisang di Ponorogo, Jawa Timur, wapres Ma’ruf Amin mengamati bahwa makan dua pisang bisa menggantikan makan seporsi nasi. Rupanya sangat mengundang untuk memberi feedback pada pernyataan asumtif itu, netizen Indonesia langsung membalas dengan bengis.
“Masa rakyat disuruh kenyang makan 2 pisang, sementara pejabat pada enggan untuk kenyang-kenyang nyampe pengen 3 periode,” demikian cuplikan dari imbuhan warganet.
Di sini kami tidak berkomentar lebih lanjut tentang 2 porsi, 3 periode atau desimal-desimal di antaranya, tapi menjembatani ke cerita lain: Cerita ini seputar bilangan di bawah 3 dan 2. Sekilas: Tentang ‘1’.
Bukan judul lagu Dewa atau Iwan Fals
‘1’, - tersebut: satu - adalah tajuk dari pameran seni kontemporer terbaru oleh galeri ROH. Dengan tajuk yang bersahaja itu, orang-orang di balik label ROH membuka pameran perdana di ruang pamer baru mereka.
3, 2, 1, go:
Kami datang di bawah cuaca yang mendung, udara terasa lembap terik sesudah hujan gerimis, sambil berjalan menuju rumah baru ROH melewati kali di samping Jalan Surabaya, Menteng, Jakarta. Mendorong sebuah pintu besi berukuran pintu garasi truk damkar, Art Calls Indonesia memasuki kubu ROH - sebuah galeri yang aktif sebagai platform untuk merepresentasikan beberapa seniman lokal dan Asia-Pasifik pada tingkat mancanegara.
Kader seniman-seniman itu dikumpulkan oleh Jun Tirtadji, seorang gallerist yang berperan sebagai penghubung antara ansambel perupa seni ROH dan pelbagai bursa seni bergengsi di dalam maupun luar negeri. Jun dikenal sebagai sosok visioner, mewakili seniman kontemporer yang namanya telah lebih dikenal, maupun yang baru memulai karier namun ditengarai dapat memberi nuansa baru dalam medan seni Indonesia.
Ruang pamer baru di Menteng
Di akhir tahun 2021, Galeri ROH membuka ruang pamer baru di Menteng, Jakarta. Kini tempat peragaan seni kontemporer tersebut dibuka untuk publik dengan pameran perdananya ‘1’. Bermarkas di tengah-tengah kota, di sela Menteng dan Cikini, ada harapan wajar dari kita-kita, penggemar kesenian di ibu kota: Mungkinkah galeri ROH, dikenal dari Hong Kong hingga Miami, ikut serta sebagai tuan rumah kesenian di Jakarta - apalagi dengan berumah di distriknya Raden Saleh dan dekat berbagai bangunan peninggalan jaman kolonial.
Tempat pamer baru milik golongan ROH tentu berbeda dari yang dikenal penggemar seni Jabodetabek. Luas, modern tapi juga bersejarah. Kebetulan Jakarta punya juga bangunan-bangunan lainnya yang direstorasi dan dijadikan tempat bernuansa seni. Tapi, tempat-tempat tersebut biasa dikunjungi untuk menyeruput es kopi susu. Kali ini pengunjung bukan disuguhi dengan es kopi susu dan pisang goreng, melainkan sebuah pengalaman untuk berpikir kritis atau menikmati karya seni secara menyeluruh. Cukup sederhana, tapi penuh wawasan.
Ruang pamer baru ROH di Jalan Surabaya, Menteng, Jakarta Pusat. Dalam foto: tampilan pameran 1 (2022)
Bukan kewajiban galeri
Keterbukaan terhadap masyarakat tidak perlu menjadi obligasi pada sebuah galeri swasta seperti ROH. Tetapi, di luar kelugasan mereka, tentu menyegarkan bila insan-insan seni di Jakarta dapat mengintip secara santai ke dalam kelompok perwakilan seni Indonesia dan Asia-Pasifik.
Baca juga: Kritik Seni dari Art Calls Indonesia tentang kunjungan ke galeri ROH. Rasa-rasa canggung di sebuah tempat yang buka banyak kesempatan artistik.
Kami mengobrol bersama kurator Yacobus Ari Respati yang bercerita atas pengalaman menjadi kurator untuk pameran ‘1’, ia mengelaborasi pemikiran beliau tentang rakitan artistik di ruang pamer baru ROH Projects. Sebagai kurator ia yang membenahi seniman, seni dan audiens. Berikut, rangkuman dari celotehan antara Art Calls Indonesia dan kurator ‘1’.
(Kutipan-kutipan berikut disunting oleh Art Calls Indonesia dan dilengkapi dengan istilah-istilah tepat, untuk memandu menjelaskan intisari dari percakapan termodifikasi berikut)
Nomor ‘1’ pastinya eksposur
Art Calls Indonesia: Kurator adalah jembatan bagi masyarakat awam dan seniman. Bagaimana peran Anda dalam membuat masyarakat lebih mengenal seniman-seniman dan karya yang ada di sini?
Yacobus Ari Respati: Nomor satu pastinya eksposur dulu. Walaupun belum tentu dari tulisan - paling tidak dari pemilihan karyanya yang dapat merepresentasikan seniman. ROH sendiri cenderung bukan sebuah galeri yang menyertakan deskripsi di samping karyanya. Berbeda dari museum yang menyampaikan sebuah narasi untuk memelihara masyarakat. ROH lebih mengandalkan logika audiens untuk mengeksplorasi imajinasi yang dapat dimunculkan dari karya. Hal ini juga sama pentingnya dengan deskripsi karya.
Tampilan nan reduktif
ACI: Nilai apakah yang Anda ingin kembangkan dari pameran ini? Fitur apa yang mengupayakan pameran bisa menjadi lebih ‘accessible’ atau dinikmati umum?
YAR: Di sini memang ada banyak gestur-gestur yang tidak terlihat secara kasat mata, untuk memperhitungkan elemen eksternal. Pembangunan ruang dan persiapan pameran ini berjalan cukup lama, sehingga banyak yang disederhanakan, secara ruang, katalog dan pertimbangan bahasa - baik tulisan atau penguasaan. Kesederhanaan ini membuahkan sebuah pemikiran kuratorial. Dalam proses kuratorial kali ini saya lebih mengutamakan pengalaman, bukan hanya sekadar membaca teks, namun juga berandil dalam pembentukan nilai dalam mengapresiasi seni.
Intisari dari kemungkinan
ACI: Beranjak dari pengalaman, apa yang Anda ingin sampaikan pada audiens melalui karya di pameran ini?
YAR: Secara pribadi, pasti seorang kurator ingin menuliskan selengkap-lengkapnya, namun jika tidak pas kadarnya, akan menghapuskan pengalaman apresiasi, atau bahkan audiens tidak akan mendapatkan intisari dari karya tersebut (secara abstrak). Bagi saya sendiri, alur dan proses inilah yang saya utamakan dalam kurasi, memicu pemikiran lebih lanjut di benak audiens. Audiens pulang tidak terdampak oleh statement tapi oleh ‘kemungkinan’. Karya dibentuk sebagai dorongan inspirasi, pengalaman kemanusiaan yang mengayakan dan sebuah media refleksi. Memberikan sebuah pengalaman yang menggerakkan mereka untuk berdiri sejenak, bercermin dan berpikir.
ACI: ROH sekarang bertempat di Jalan Surabaya - dekat Cikini yang memiliki sejarah signifikan sendiri di seni rupa. Bagaimana penempatan ini dapat mempengaruhi galeri?
YAR: Pastinya penting untuk bekerja sama dengan instansi seni yang sudah ada. Berbagi pengalaman dan memicu kesempatan-kesempatan baru - ROH hadir sebagai katalis kolaborasi.
Rasa nikmat tanpa seruput kopi
Berikut akhir dari perbincangan santai kami bersama kurator ROH, Yacobus Ari Respati, tanpa es kopi susu maupun pisang goreng. Tetapi rasa nikmat yang kami cerna di sana tentu tidak kalah rasanya. Dikutip dari penjelasan ROH, pameran ‘1’ terbangun di atas pameran sebelumnya, saling berbalas untuk menciptakan sebuah simbiosis. Namun menjalin sebuah hubungan simbiosis di lingkungan baru layaknya pindahan rumah memang tidak semudah yang dibayangkan.
Menekankan konsep pengalaman ‘kemungkinan’, kami harap pengunjung bukan pulang membawa sebuah jawaban tetapi pertanyaan-pertanyaan dan rasa ‘kemungkinan’ yang terukir di pikiran mereka. Bukankah seni itu lebih menarik bila kita membuka pertanyaan selain memberikan kesimpulan? Tentunya kami juga berpikir dan bertanya banyak, pengalaman apa lagi kah yang ROH akan berikan kepada warga-warga barunya?
Penulis: Marten | Reporter: Reno Ganesha, Kayla Kai | Closing Statement: Reno Ganesha
Teks ini...
...merupakan bagian dari upaya oleh Art Calls Indonesia untuk memberdayakan dan mengajak pegiat-pegiat seni muda untuk turut berpikir kritis dalam aneka konteks. Art Calls Indonesia menafikan perannya media sebagai sekedar penyalur apresiasi pada penggerak seni, melainkan secara aktif ikut serta dalam wacana secara setara, sedemikian kancah seni dapat menjadi lebih kohesif dan makin berkembang.
Info lebih lanjut mengenai galeri ROH: Instagram @rohprojects