Layaknya stimulasi sel otak: Kami berhasil mendapatkan dukungan (bukan di Indonesia, tapi malah) di Thailand …
… untuk membangun akses bagi orang-orang muda pada skena seni di seluruh Asia Tenggara
Bangkok Art Biennale di Bangkok Art & Culture Center | Foto: ACI
Aku menghabiskan beberapa pekan terakhir di Bangkok, Thailand, berkat kerjaan pribadi dan sekaligus sebagai agenda ‘dinas’ atas nama ART CALLS INDONESIA. Selaku pendiri ACI aku pada mulanya sebelum berangkat ke negeri Siam itu hanya berencana menyambangi kolektif-kolektif seni mungil dan underground saja, tidak menyangka bisa meliputi dan mengabsorpsi kancah kultural di sana secara lebih holistik. Ternyata, bisa!
Menerjun ke skena seni di Bangkok bagiku pribadi sebagai pekerja kreatif rasanya ibarat pemulihan sel otak. Aku sempat merasa nikmatnya dapat mewawancarai dan ‘bersawala’ bareng manusia-manusia kreatif di Thailand – yang berhasrat mendorong kebebasan berekspresi di negeri mereka (yang sangat sangat terbatas) dan mampu menerjemahkan keinginan politis mereka ke dalam berbagai inisiatif yang luar biasa keren. Banyak sekali dari kita-kita sebagai pegiat seni di Indonesia dapat mempelajari dari kawan-kawan inovatif, ciamik dan kokoh di Thailand.
Mulai dari cara berkarya – dan lebih berfaedah lagi – cara kita bersosialisasi sesama manusia kreatif. Dari situ lah keheranan pribadiku bermula. Sepanjang dinas, ART CALLS INDONESIA sempat mewawancarai dan berinteraksi bersama petinggi-petinggi dunia seni Thailand. Sebuah sukses yang izin aku sebut di sini, tanpa terlalu cari perhatian. Sukses yang sebenarnya luar biasa untuk platform media grassroot ini yang tak punya nama di luar negeri.
C-Level
Dalam beberapa pekan ke depan kami akan mempersembahkan banyak cerita dari Thailand. – Dari obrolan dan interaksi kami dengan para penguasa ‘C-level’ skena seni setempat – mulai dari mantan Menteri Kebudayaan Thailand sekaligus direktur Bangkok Art Biennale (Apinan Poshyananda), para bos pusat seni Bangkok Art & Culture Center hingga sutradara taraf dunia seperti Apichatpong Weerasethakul.
Kok, media mungil bisa? – Itulah pertanyaan yang sempat mengusik benakku. Selama mengurus ACI di Indonesia, rasanya sangat janggal dan susah sekali membangun jalur network dengan orang-orang yang mengelola dunia seni Indonesia. Di Thailand, kami malah disambut dengan guyub dan hangat, dan dimanjai dengan diskusi-diskusi seru dan utas bareng para manajer senior dan seniman nasional Thailand.
Tamat Kegengsian
Dari situ aku pribadi banyak belajar tentang aspek-aspek yang perlu diperbaiki dalam skena seni di Tanah Air. Bukan agar menjadi inklusif, tapi demi perkembangan ekonomis. ‘Kok, Bapak rela menyempatkan waktu dua jam lebih untuk bicara dengan media mungil dari Indonesia?,’ aku sempat bertanya pada Manit Sriwanichpoom, seorang seniman senior papan atas, usai wawancara. ‘Semuanya hanya tentang tamat kegengsian dan mulai percaya diri,’ ia katakan.
Kolaborasi dengan institusi bernama
Selain demi produksi konten, ACI juga menemukan tanah subur di Thailand untuk berkolaborasi antar-negara. Dalam artikel-artikel berikutnya kami akan menceritakan lebih detail tentang kerja sama antara ACI dan Bangkok Art City, sebuah platform media seni di bawah naungan Bangkok Art & Culture Center.
Open Call dan pameran bagi seniman dengan special needs dari Indonesia
Tidak hanya itu, juga akan ada peluang seni atau open call khususnya pegiat seni dengan special needs, dan banyak aktivitas lainnya yang dituju untuk membuat kita-kita menjadi satu komunitas se-Asia Tenggara. ACI masih beroperasi secara independen, tanpa dukungan finansial dari pihak manapun.
Nantikan konten ACI dari Thailand, di mana kami akan menganalisis apa yang bisa menjadi input berfaedah bagi penikmat seni di Indonesia. Brutally honest dan tetap fair untuk menstimulasi sel-sel kreatif, kritis, subversif dan inovatif.
Khap khun khrap/kha!
You were reading an article from our new category 'ACI WITH ACCENT'...
...in which Marten Schmidt, founder of ART CALLS INDONESIA reflects within personal opinions on topics related to interculturalism and feelings of belonging. Through ACI WITH ACCENT Marten accentuates with his very own accent, his very own hybrid 'code' and 'Creolian' mix between German, English and Indonesian.
Align with our dearest vision #KohesiDiSeni...
...we are connecting the dots in Southeast Asia and partner with inclusive art-media platforms across the region. To learn more about what's happening all around SEA seen through the lens of arts and culture, find more stories on our partner-platform bangkokartcity.org