QUESTIONS & ANSWERS

Diancam pihak polisi sebelum pentas teater: Butet Kartaredjasa tak boleh bikin satir politik

Pihak kepolisian melarang Butet Kartaredjasa menampilkan materi berbau politik dalam pentas seni di Jakarta. Dirinya mengaku baru kali ini kembali diintimidasi sejak Orde Baru. ACI mengupas kejadiannya

Pihak kepolisian melarang Butet Kartaredjasa menampilkan materi berbau politik dalam pentas seni di Jakarta. Dirinya mengaku baru kali ini kembali diintimidasi sejak Orde Baru | Foto: Liputan-6

Pihak kepolisian melarang Butet Kartaredjasa menampilkan materi berbau politik dalam pentas seni di Jakarta. Dirinya mengaku baru kali ini kembali diintimidasi sejak Orde Baru | Foto: Liputan-6

Article Image Title
Editor: Redaksi ACI
07.12.2023

Jakarta – Pertunjukan teater bermuatan satir politik: Konsep seni yang rupanya masih belum cukup aman untuk dipentaskan di Indonesia. Budayawan Butet Kartaredjasa mengaku menjadi sasaran intimidasi kepolisian sebab mementaskan naskah teater bertajuk ‘Musuh Bebuyutan’ di Taman Ismail Marzuki, Jakarta Pusat, pada akhir pekan lalu (01/12/2023). 

Meskipun ‘Musuh Bebuyutan’ membawa cerita biasa, baru kali ini sejak tahun 1998 Butet kembali mengalami peristiwa berbau represif. ‘(...) baru kali ini saya harus membuat surat pernyataan tertulis kepada polisi,’ mengaku Butet.

Question: Pertunjukan seni apa yang kena ancaman?

Answer: Pertunjukan teater yang melibatkan Butet, Inayah Wahid dan Cak Lontong. Naskahnya bertajuk ‘Musuh Bebuyutan’, ditulis oleh Agus Noor. Keempat merupakan budayawan senior tanah air. Diselenggarakan pada akhir pekan lalu (1 dan 2 Desember) di Taman Ismail Marzuki, pertunjukannya terkena tindakan represif beberapa hari sebelum pentas, dan juga sesaat sebelum pertunjukannya dimulai. 

Question: Bagaimana penyelenggara acara diancam? 

Answer: Butet mengaku staf penyelenggara acara diperintah oleh pihak polisi beberapa hari sebelum pertunjukan untuk menandatangani surat pernyataan, guna menjamin tidak ada unsur politik dalam pentas ‘Musuh Bebuyutan’. Surat pernyataan tertulis itu rupanya mensyaratkan penyelenggara untuk mematuhi protokol bebas unsur politik. 

Saat membuka gelaran tersebut, Butet diketahui sempat menyinggung surat yang ditujukan kepada polisi: ‘Selamat datang Orde Baru,’ ucapnya. Disusul statement lebih tajam (6/12), Butet menegaskan bahwa tindakan oleh aparat polisi merupakan ‘(...) intimidasi. Intimidasi tidak harus pertemuan langsung, tidak harus ada pernyataan verbal dari polisi, polisi datang marah-marah, bukan itu.’ 

Question: Apa kata pihak polisi? 

Answer: Polda Metro Jaya membantah tuduhan telah mengintimidasi budayawan Butet Kartaredjasa dan pengarang Agus Noor. Klaim itu yang datang dari lingkungan penyelenggara pentas teater, diluruskan oleh Kepala Divisi Humas Polri Irjen Pol. Sandi Nugroho. Disampaikan pada sejumlah wartawan, menurut Sandi Nugroho masyarakat ‘tidak usah berandai-andai’. 

Question: Bagaimana dengan kebebasan berkesenian dan seni satir?

Answer: Konsep kesenian yang menggunakan elemen satir untuk mencerminkan tata politik di negara ini, rupanya masih belum diterima oleh pihak-pihak yang berwenang. Dengan dalih menjaga ketertiban umum, pihak polisi telah mencoba untuk membungkam seniman Butet Kartaredjasa. 

Rekan budayawan Goenawan Mohamad menanggapi tindakan tersebut oleh polisi sebagai upaya untuk kembali membangkitkan pola Orde Baru. ‘Polisi datang dan minta Butet bikin statement untuk tidak bicara politik. Sensor berlaku lagi. Orde Baru yang kejam sedang ditumbuhkan lagi,’ meringkas Goenawan Mohamad peristiwa tersebut melalui akun X-nya (5/12). 

Usman Hamid, direktur Amnesty International di Indonesia turut membuka suara melalui surat keterangan publik, dan menilai tekanan polisi terhadap Butet sebagai aksi yang ‘mencederai kebebasan berkesenian’ (6/12).

Question: Mengapa polisi rupanya peduli banget dengan isi dari sebuah pertunjukan teater?

Answer: Iklim politik (dan kebebasan berpendapat) menjelang pemilu 2024 tampaknya semakin memanas. Pertunjukan ‘Musuh Bebuyutan’ di TIM juga dihadiri oleh calon wakil presiden nomor urut 3 dan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Mahfud MD. Beliau mengaku tidak mengetahui adanya intimidasi dari pihak kepolisian. Mahfud mengaku loyal menyaksikan dan mengikuti karya-karya Butet. ‘(...) saya sudah sejak Butet pentas saya nonton terus,’ kata Mahfud MD kepada wartawan (6/12). Terkait tindakan represif tersebut ia menekankan bahwa seni tak boleh diintimidasi. 

Question: Bagaimana pelaku seni bisa bersuara kritis tanpa menjadi sasaran intimidasi?

ACI menghubungi Hafez Gumay, Manajer Advokasi di Sekretariat Koalisi Seni: ‘Dalam kebebasan berkarya tanpa sensor terdapat dimensi ruang yang menentukan kebebasan keseniannya,’ imbuh Hafez, dan membagikan dimensi tersebut dalam dua kategori, yakni ruang publik dan ruang terbatas. 

‘Ketika di ruang publik, berarti kita tidak bisa membatasi siapa yang menonton, sehingga karya mau tidak mau harus dibatasi guna melindungi hak orang lain tidak terlanggar,’ kata dia. ‘Misalnya, hak anak untuk mendapatkan tontonan yang layak dan tidak mengganggu tumbuh kembangnya.’ 

Berbeda dengan karya seni yang ditampilkan pada lokus yang lebih terbatas: ‘Ketika di ruang terbatas, berarti kita bisa menentukan siapa yang bisa dan tidak bisa menonton, sehingga karya dapat ditampilkan tanpa batasan sama sekali. Sebab, orang yang masuk ke ruang pertunjukan secara sadar dan tanpa paksaan siap untuk menonton karya,’ jelas Hafez kepada ACI. 

Untuk menghindari menjadi sasaran pembatasan sebagai pelaku seni, Hafez mengintisarikannya: ‘Sederhananya, ruang terbatas maka seninya tidak terbatas. Ruang publik (tidak terbatas) maka seninya terbatas.’

(MS, Art Calls Indonesia, 07.12.2023)